Senin, 24 Mei 2021

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

 

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

 

                                                                                   

 

 

 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigFoFmOJtPm00oNlnIuBCOH87YOXmhXibce5N0uhzGSBTK3zXA-RO2e6yctdhmMiSBr7Ro8DtacPUbe8H3s9pUFV_gl_MJ_XMdmsWSnyMGKiYGibbnBg1DsohURPYS1-wHYrWwKFlWoWMt/s200/38823887Logo+STIKes.png

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DISUSUN OLEH:

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep.

NPM: 4012210010

 

 

 

 

 

 

 

 

STIKES BINA PUTERA BANJAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATTAN XVI

2021

 

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

A.    Pengertian Komunikasi dalam Organisasi

Komunikasi dalam organisasi sangat penting karena dengan adanya komunikasi makaseseorang bisa berhubungan dengan orang lain dan saling bertukar pikiran yang bisa menambah wawasan seseorang dalam bekerja atau menjalani kehidupan sehari-hari. Maka untuk membina hubungan kerja antar pegawai maupun antar atasan bawahan perlulah membicarakan komunikasi secara lebih terperinci.

Dalam menyalurkan solusi dan ide melalui komunikasi harus ada si pengirim berita (sender) maupun si penerima berita (receiver). Solusi-solusi yang diberikan pun tidak diambil seenaknya saja, tetapi ada penyaringan dan seleksi, manakah solusi yang terbaik yang akan diambil, dan yang akan dilaksanakan oleh organisasi tersebut agar mencapai tujuan, serta visi, misi suatu organisasi.

Berikut ini adalah beberapa definisi serta penjelasan mengenai komunikasi menurut beberapa ahli:

1.      HIMSTREET & BATY

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan.

2.      THEODORSON & THEDORSON

Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol.

3.      CHARLES H. COOLEY

Komunikasi berarti suatu mekanisme hubungan antar manusia dilakukan dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan menyimpan dalam waktu.

Jadi, Komunikasi adalah Suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu pihak ke pihak yang lain dengan tujuan tercapai persepsi atau pengertian yang sama. Berarti dalam hal ini komunikasi dalam organisasi merupakan hal yang paling penting karena komunikasi bagian penting dari organisasi, sebab organisasi tidak akan berlangsung apabila tidak ada komunikasi antara pihak satu dengan pihak yang lain.

 

B.     Unsur-unsur Komunikasi dalam Organisasi

Unsur-unsur komunikasi dalam organisasi adalah

1.      Komunikator (communicator), yaitu memberi berita, yang dalam hal ini adalah orang yang berbicara, pengirim berita atau orang yang memberitakan.

2.      Menyampaikan berita, dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.

3.      Berita-berita yang disampaikan (message), dapat dalam bentuk perintah, laporan, atau saran.

4.      Komunikan (communicate), yaitu orang yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang menerima berita. Tanggapan atau reaksi (response), dalam bentuk jawaban atau reaksi.

5.      Kelima unsur komunikasi tersebut (Komuniakator), Menyampaikan berita, Berita-berita yang disampaikan, Komunikan dan Tanggapan atau reaksi) merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti apabila satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan. Jadi dengan demikian keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut.

 

C.    Penyaluran Komunikasi dalam Organisasi

1.      Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai

rantai perintah. Komunikasi ke bawah (downward comunication) dimulai dari manajemen puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia paling bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan, informasi, instruksi, nasehat/saran dan penilaian kepada bawahan sera memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.

Berita – berita ke bawah dapat berbentuk tulisan maupun lisan dan biasanya disampaikan melalui memo, laporan, atau dokumen lainnya, bulletin pertemuan atau rapat, dan percakapan serta melalui interaksi orang perorang atau kelompok-kelompok kecil. Manajemen seharusnya tidak hanya memusatkan perhatiannya pasa usaha komunikasi ke bawah, tetapi juga komunikasi ke atas.

Fungsi utama komunikasi ke atas (upward communication)adalah untuk mensuplai informasi  kepada tingkatan manajemen atas tetang apa yang terjadi pada tingkatan bawah.  Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan, dan permintaan untuk diberikan keputusan. Hal ini dapat dipandang sebagai data atau informasi umpan balik bagi manajemen atas.

Bentuk-bentuk komunikasi seperti kebijaksanaan, sistem komunikasi informal, survey sikap, dewan manajemen karyawan, atau sistem inspektur jendral dirancang untuk memudahkan komunikasi ke atas ke manajemen puncak.

2.      Komunikasi Horizontal

Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama. Dan antara departemen-departemen pada tingkatan yang sama. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a) Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi informasi d) Upaya pemecahan konflik e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama

3.      Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-hubungan departemen lini dan staf. Bahwa hubungan-hubungan yang ada antara personalia lini dan staf dapat berbeda-beda, yang akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda pula.

D.    Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Organisasi

Komunikasi adalah bagian dari informasi dalam membangun organisasi, tetapi komunikasi tidak efektif dengan adanya kekuatan-kekuatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini akan dibahas hambatan-hambatan terhadap komunikasi efektif tersebut,  dengan dikelompokkan sebagai berikut:

1.      Hambatan – hambatan Organisasional

Ada tiga hambatan organisasional, yaitu tingkat hirarki  bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang, akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan tambahan,  yang memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan kecendrungan menjadinberkurang ketepatannya . berita yang mengalir keatas atau kebawah tingkatan – tingkatan organisasi akan melalui beberapa “Filter”, dengan persepsi, motif, kebutuhan dan hubungannya sendiri.

Wewenang manajerial tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer  dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi dilain pihak, pada kenyataannya bahwa seseorangyang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan – hambatan terhadapa komunikasi. Banyak atasan merasa bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya menerima berbagai masalah, kondisi atau hasil yang dapat membuat mereka tampak lemah. Sebaliknya, banyak bawahan menghindari situasi dimana mereka harus mengungkapkan informasi yang dapat membuat mereka dalam kedudukan yang tidak menguntungkan. Sebagai hasilnya ada kesenjangan “leveling” antara atasan dan bawahan.

Spesialisasi . meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi, kepentingan dan istilah-istilah pekerjaan dapat membuat orang-orang merasa bahwa mereka hidup dalam dunia yang berbeda. Akibatnya, dapat menghalangi perasaan memasyarakat, membuat sulit memahami, dan mendorong terjadinya kesalahan-kesalahan.

2.      Hambatan – hambatan antar pribadi

Manajer masih akan menghadapi kemungkinan bahwa berita – berita yang mereka kirim akan berubah akan menyimpang, bahkan bila hambatan-hambatan komunikasi organisasional tidak ada. Banyak kesalahan komunikasi disebabkan bukan oleh faktor-faktor organisasi, tetapi oleh masalah-masalah ketidak sempurnaan manusia dan bahasa. Manajer perlu memperhatikan hambatan-hambatan anatr pribadi seperti , a) persepsi selektif , b) status atau kedudukan komunikator, c) keadaan membela diri , d) pendengaran lemah, e) ketidak tepatan penggunaan bahasa. Berikut adalah hambatan – hambatan dalam proses komunikasi :

Persepsi selektif  persepsi adalah proses yang menyeluruh dengan mana seseorang menseleksi, mengorganisasikam, dan mengartikan segala sesuatu lingkungannya, segera setelah seseorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe informasi yang berarti. Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan reaksi tertentu, bila seseorang mendengar suara kereta api, maka dia mengharapkan akan melihat kreta api. Seorang karyawan menjadi “definisi”secara otomatis bila dipanggil atasannya dengan kata lain, pengharapan yang mengharapkan seseorang untuk melihat atau mendengar kejadian, orang , objek atau situasi adalah sesuatu yang dia ingin lihat atau dengar . hal ini disebut persepsi selektif.

Manajer perlu memperhatikan 3 aspek berikut sehubungan dengan persepsi selektif :

a.       Penerimaan akan menginterpretasikan berita berdasarkan pengalaman dana bagaimana mereka telah “belajar’ untuk menghadapi sesuatu .

b.      Penerima akan menginterpretasikan berita dengan cara menolak setiap perubahan dalam struktur kepribadian yang kuat . berita yang bertentangan dengan kenyakinan seseorang cenderung untuk ditolak.

c.       Penerima akan cenderung mengelompokkan dan menyiampan karakteristik-karakteristik pengalaman mereka sehingga mereka dapat membuat pola-pola menyeluruh.

Pelajaran bagi manajer untuk memahami sebanyak mungkin tentang kerangka kesukaan, kebutuhan, motif, tujuan, tingkat bahasa, dan stereotip (prosen penyusunan berita menjadi seperti sesuatu yang diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan pengertian secara efektif.

Status komunikator. Hambatan utama komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk menilai. Mepertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar kerakteristik-karakteristik pengirim (sumber), terutama kredibilitanya. Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.

Manajer harus dipandang bawahan mereka sebagai orang yang terpercaya dan dapat dipercaya. Kalau tidak, usaha untuk memotivasi, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan bawahan akan sangat terhambat dari pemulaan.

Keadaan membela diri, perasaan pembelaan diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga menimbulkan  hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi, akan timbul reaksi rantai deensif. Keadaan ini membuat pendengar lebih berkonsentrasi pada apa uang akan dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar. Sebagai contoh, bila seseorang karyawan terancam akan kehilangan kedudukannya, maka dapat kehilangan kemampuan untuk mengartikan berita secara tepat dengan memberi reaksi defersif atau agresif.

Pendengaran lemah. Manajer perlu belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah meliputi : 1) mendengar hanya permukaannya saja, dengan sedikit perhatian pada apa yang sedang dikatakan; 2) memberikan pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-tanda (seperti melihat jam, memandanglangit, menunjukkan kegelisahan); 3) menunujkan tanda-tanda kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan 4) mendengar dengan tidak aktif.

Ketidak tepatan penggunaan bahasa. Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dalam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang digunakan. Sebagai contoh, perintah manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bisa berarti satu jam, satu hari atau satu minggu. Disamping itu, bahasa-bahasa “non verbal” yang tidak konsiten, seperti nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya dapat menghambat komunikasi.

E.     Peningkatan Efektivitas Komunikasi

Berbagai penyebab timbulnya masalah-masalah komunikasi dan betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif telah dibahas diatas. Sekarang akan dibicarakan berbagai cara dengan mana para manajer dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Teknik-teknik ini pada dasarnya adalah cara-cara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang disajikan sebelumnya.

1.      Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif\

Karena berbagai hambatan organisasional dan antar pribadi, komunikasi efektif tidak dapat dibiarkan terjadi begitu saja. Manajer harus memainkan peranan penting dalam proses komunikasi, dimana hanya dengan cara itu kemudian dapat diambil langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.

Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan para “ahli komunikasi”. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan masalah-masalah komunikasi internal; penentuan strategi komunikasi perusahaan sehubungan dengan “layoffs”, penutupan pabrik atau relokasi, dan terminasi; serta pengukuran kualitas kegiatan-kegiatan komunikasi, melalui interview (wawancara) atau survey.

2.      Penggunaan Umpan-Balik

Peralatan penting pengembangan komunikasi lainnya adalah penggunaan umpan balik berita-beria yang dikirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses komunikasi berjalan lebih efektif. Para manajer dapat melakukan paling sedikit dua hal untuk mendorong umpan balik dan menggunakannya secara efektif. Manajer dapat menciptakan lingkungan yang mendorong umpan balik, dan mendapatkan umpan balik melalui kegiatan mereka sendiri

Cara manajer berkomunikasi dengan para bawahannya dapat menentukan jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Disamping itu, tipe komunikasi yang digunakan dan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan umpan balik macam apa yang akan di dapatkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan balik tersebut. Sebagai contoh, setelah memberikan penugasan tugas suatu pekerjaan manajer dapat bertanya, “apa saudari mengerti?” atau “apakah saudara mempunyai pertanyaan” atau “apakah ada yang belum saya jelaskan?” tetapi pertanyaan-pertanyaan itu tidak mendorong timbulnya jawaban, sehingga pendekatan yang lebih langsung dapat dilakukan dengan mengatakan : “pekerjaan ini adalah penting, sebab itu pahami benar setiap langkah, laporkan kepada saya apa yang akan saudara lakukan”.

Dilain pihak, para manajer perlu secara aktif mencari umpan balik. Manajemen partisipatif dan komunikasi tatap muka merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas kominukasi melalui penggunaan umpan balik.

 

F.     Menjadi Komunikator Yang Lebih Efektif

Teknik-teknik yang jelek mengganggu banyak manajer, seperti halnya mengganggu hubungan mereka dengan para bawahannya diluar pekerjaannya. Oleh karena itu latihan-latihan dalam penulisan dan penyampaian berita secara lisan perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman akan simbol-simbol, penggunaan bahasa, mengutarakan yang tepat, dan kepekaan terhadap latar belakang penerima berita.

Salah satu peralatan yang digunakan secara efektif oleh para psikolog, dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien mereka, yaituactive listening (aktif mendengarkan), dapat dipergunakan untuk mengembangkan dimensi baru keterampilan manajemen para manajer. Prinsip dasar peralatan ini adalah penggunaanreflective statements (pernyataan baik) oleh pendengar. Bagaimanapun posisi kunci para manajer dalam proses komunikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi pengembangan diri untuk menjadi komunikator yang lebih efektif.

G.    Pedoman Komunikasi Yang Baik

Amerika Management Asosiations (AMA) telah menyusun sejumlah prinsip-prinsip komunikasi yang disebut “the Ten Commandments of Good Communication” (sepuluh pedoman komunikasi yang baik). Pedoman-pedoman ini disusun untuk meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi, secara ringkas adalah sebagai berikut:

1.      Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan.

2.      Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.

3.      Pertimbangkan keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan.

4.      Konsultasikan dengan pihak-pihak lain, bilaperlu, dalam perencanaan komunikasi.

5.      Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi.

6.      Ambil kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesuatu yang membantu atau umpan balik.

7.      Ikuti lebih lanjut komunikasi yang dilakukan.

8.      Perhatikan konsistensi komunikasi.

9.      Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi.

10.  Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi untuk mengerti.

Prinsip-prinsip ini memberikan kepada para manajer pedoman untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

T. Hani Handoko. 2011. Manajemen Edisi 2. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

http://id.wikipedia.com/komunikasi-organisasi

 

LAPORAN PENDAHULUAN DISKUSI REFLEKSI KASUS AYU PRAGISTA R., S.Kep.

 

LAPORAN PENDAHULUAN

DISKUSI REFLEKSI KASUS

 

                                                                                   

 

 

 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigFoFmOJtPm00oNlnIuBCOH87YOXmhXibce5N0uhzGSBTK3zXA-RO2e6yctdhmMiSBr7Ro8DtacPUbe8H3s9pUFV_gl_MJ_XMdmsWSnyMGKiYGibbnBg1DsohURPYS1-wHYrWwKFlWoWMt/s200/38823887Logo+STIKes.png

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DISUSUN OLEH:

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep.

NPM: 4012210010

 

 

 

 

 

 

 

STIKES BINA PUTERA BANJAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATTAN XVI

2021

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

DISKUSI REFLEKSI KASUS

A.    LATAR BELAKANG

Kinerja menjadi tolok ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang menunjukkan akuntabilitas  lembaga pelayanan dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam pelayanan kesehatan, berbagai jenjang pelayanan dan asuhan pasien (patient care) merupakan tujuan utama, serta pelayanan keperawatan merupakan kontinum asuhan pelayanan kesehaan. Upaya untuk memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis pada umumnya dimulai oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti: gugus kendali mutu, penerapan standar keperawatan, pendekatan-pendekatan pemecahan masalah, maupun audit keperawatan.

Praktik klinik yang efektif dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, dinamis, menyeluruh dengan sistem pelayanan kesehatan yang terpadu dalam menyelesaikan masalah yang hampir tidak ada pemecahannya. Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk mampu melakukan perencanaan harian dalam menyelesaiakan masalah tersebut, hasil penelitian yang dilakukan oleh Iqbal Ahmad menunjukkan refleksi kasus mampu meningkatkan individu dalam mebuat perencanaan harian. Refleksi kasus membutuhkan pengetahuan baru serta kompetensi dalam keterampilan klinik termasuk didalamnya adalah perilaku yang posistif, pembelajaran berkelanjutan, evidence base praktice serta kolaborasi interdisiplin sehingga diharapkan mampu  untuk meningkatkan profesionalisme bagi tenaga kesehatan.

Pengembangan profesionalisme masa kini bagi perawat menjadi tantangan, dimana mutu pelayanan yang tinggi akan menjadi tuntutan dari pelanggan. Peningkatan profesionalisme dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan pemecahan masalah yang muncul dalam pelayanan kesehatan salah satunya yaitu refleksi kasus di Indonesia diperkenalkan melalui diskusi refleksi kasus (DRK) sebagai suatu metoda baru.Apabila dilaksanakan secara rutin dan konsisten oleh kelompok masing-masing akan dapat mendorong perawat lebih memahami hubungan standar dengan kegiatan pelayanan yang dilakukan sehari-hari. Dengan refeksi kasus maka seorang perawat akan melakukan introspeksi terhadap tindakan atau kegiatan kerja yang sudah dilakukan sehingga peningkatan kualitas kerja yang diharapkan.

Untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan melalui penyelenggaraan rumah sakit, perlu dilakukan penilaian baik internal, maupun eksternal. Penilaian internal dilakukan diseluruh komponen rumah sakit salah satunya yaitu dengan DRK seperti yang jelaskan dalam Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia 836/MENKES/SK/VI/2005. Mempraktekkan DRK juga dapat dikatakan sebagai bagian“in-service training” yang sangat efektif  dan sangat efisien. Kesadaran akan kebutuhan untuk berkembang adalah menjadi salah satu tanggung jawab   perawat terhadap dirinya sendiri dan profesinya.  Melalui peningkatan profesionalisme setiap anggota profesi akan dapat pula meningkatkan kinerja perawat sesuai standar dalam memberikan pelayanan yang bermutu untuk memenuhi harapan masyarakat.

Diskusi refleksi kasus (DRK) merupakan suatu metode pembelajaran dalam  merefleksikan pengalaman tenaga keperawatan yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan di lapangan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada pemahaman standar yang ditetapkan. Diskusi yang berdasarkan kasus mampu untuk meningkatkan kualitas pembelajaraan dan pemberian umpan balik hasil penelitian ini diperkuat  oleh Chris Dawber menunjukan bahwa diskusi refleksi kasus yang dilakukan secara berkelompok dapat meningkatkan kerjasama tim, meningkatkan kemampuan berfikir kritis dalam hubungan interpersonal serta mempunyai dampak positif terhadap perawatan klinis oleh perawat.

 

B.     TUJUAN

1.      Mengembangkan profesionalitas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.      Salah satu wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar keperawatan  yang telah ditetapkan

 

C.    MANFAAT

1.      Meningkatkan aktualisasi perawat.

2.      Membangkitkan motivasi belajar perawat.

3.      Belajar untuk menghargai kerjasama tim kesehatan.

4.      Memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan.

5.      Memberikan masukan kepada pimpinan untuk

a.       Peningkatan SDM perawat (pelatihan, pendidikan berkelanjutan)

b.      Penyempurnaan SOP dan SAK

c.       Pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Manajemen Kinerja Klinis

Meningkatkan kinerja harus memecahkan masalah-masalah kinerja dan eksploitasi kesempatan penampilan tersebut.  Permasalahan kinerja adalah outcomes yang tidak memuaskan atau tidak diinginkan atau masalah pelayanan yang mengganggu pencapaianout comes yang diinginkan konsumen. Kesempatan penampilan diri diperlukan untuk meningkatan outcomes pelayanan atau proses dimana pelayanan diberikan.  Peningkatan kinerja adalah perubahan.  Perubahan adalah indikasi dimana ada satu perbedaan antara apa yang aktual dan apa yang diharapkan.  Perubahan yang direncanakan memerlukan keputusan.  Bleich mengatakan bahwa ada dua type keputusan yaitu, diagnostik dan evaluasi.  Keduanya memerlukan ketrampilan berpikir kritis, tetapi keduanya sangat berbeda.  Keputusan diagnostik terdiri dari pengumpulan, analisis dan sintesa data.  Evaluasi berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai nilai terhadap ide, pemecahan, metoda dan material.  Standar digunakan untuk menilai keabsahan hasil kegiatan, efektifitasnya, ekonomis, dan tingkat kepuasan

Didalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output / outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut seperti tertulis pada tabel 2.1 tentang proses manajemen keperawatan. Memantau dan menilai mutu serta kewajaran pelayanan tehadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien dan memecahkan masalah yang terungkapkan, sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.


 

Tabel. 2.1: Proses Manajemen Keperawatan

Struktur/Input 

Proses

Hasil/Output

-          Deskripsi pekerjaan

-          Standar Klinis 

-          Indikator Kinerja 

-          Pendidikan

berkelanjutan 

-          Ketrampilan

manajerial klinis

-          Kepemimpinan      & support      kualitas Asuhan Kep./Keb. 

-          Monitoring IKK feedbackkan hasil dan coaching untuk mencapai standar kinerja yang

dibutuhkan

-          Refleksi     Diskusi

Kasus

-          Staf termotivasi 

-          Standarisasi 

-          Kepuasan Pasien 

-          Kepuasan Staf 

-          Peningkatkan outcome kesehatan

Referensi: Penulis

Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan.

Proses keperawatan adalah tindakan aktivitas yang ilmiah dan rasional yang dilakukan secara sistematis terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian ,diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

Model proses keperawatan dapat dilihat gambar 2.1 :

 

 

 

 

 

Gambar 2.1 The Nursing Process (Kozier,1991dkk)

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan manajemen harus memperhatikan pengembangan manajemen kinerja yang dinyatakan sebagai kebijakan nasional dalam rangka terciptanya pelayanan keperawatan yang profesional. Semua tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit harus melaksanakan pengembangan manajemen kinerja, termasuk melaksanakan Diskusi Refkesi Kasus.

B.     Diskusi Reflelsi Kasus

Refleksi klinis merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan kemampuan keterampilan klininis dan profesionalisme, Refleksi merupakan pendekatan pembelajaran ketrampilan klinis dan metakognotif. Strategi pembelajaran dengan memperhatikan refelksi fokus internal dan eksternal baik secara lisan maupun tertulis.

Diskusi berdasarkan kasus merupakan salah satu bentuk pelatihan klinik yang di setting untuk membantu pembelajaran dalam assesmen dalam tatanan klinik. Tujuan utama dari diskusi berdasarkan kasus adalah untuk memberikan pembelajaran klinik yang tersturktur dan pemberian umpan balik terhadap partisipan dalam diskusi tersebut. Diskusi yang berdasarkan kasus mampu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pemberian umpan balik selain itu juga meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis dan merupakan cara perubahan yang paling efektif dalam tatatnan klinis.

Intercollegiate Surgical Curriculum Programe dan Fulya Mehta menyatakan diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini di desain untuk memberikan penilaian klinik, pengambilan keputusan, penerapan ilmu pengetahuan terkini dibidang kesehatan serta pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik. Diskusi berdasarkan kasus ini merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur yang mebutuhkan alat bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari mentor dalam merefleksikan diskusi yang akan membangun kemampuan keterampilan klinik. Pilot projec yang dilakukan oleh Hether pada tahun 2011 menunjukan bahwa alat bantu panduan dalam diskusi berdasarkan kasus ini tidak hanya menyelesaian permasahan pada pasien akan tetapi juga dapat digunakan sebagai panduan dalam diskusi interdisiplin.

Menurut Heather ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini sebgai upaya dalam pemecahan masalah:

1.      Siapa yang membutuhkan perawatan dan kenapa?

2.      Tujuan yang diharapkan dari intervensi

3.      Bagaiamana cara melakukan dokumentasi?

4.      Rencana tindakan, tindakan, pelayanan dan jumlah kunjungan dalam mencapai tujuan

5.      Bagaimana peran pasien dan keluarga dalam proses pemecahan masalah?

6.      Bagaiamana cara melakukan evaluasi dari  keberhasilan intervensi dan pembiayaan yang efektif?

7.      Apakah dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lain dan skening?

Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman standar yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan mengacu pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan. Selain itu, DRK dapat meningkatkan profesionalisme perawat. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan, membangkitkan motivasi belajar perawat, belajar untuk menghargai kolega untuk lebih asertif dan meningkatkan kerja  sama, memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan kepada pimpinan sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat (pelatihan,pendidikan berkelanjutan, magang, kalakarya), penyempurnaan SOP dan bila memungkinkan, pengadaan alat.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

A.    Manajemen Kinerja Klinis dalam Diskusi Refleksi Kasus

Pengembangan pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan yang mengimplementasikan semua kebijakan berupa Standar, Pedoman serta peraturan secara terpadu langsung pada tatanan nyata di rumah sakit. Agar implementasi pengembangan ini terarah dan sistematis, maka perlu disusun prinsip-prinsip, kerangka kerja serta langkah-langkah yang menggambarkan alur implementasi tersebut.

Manajemen kinerja klinis bagi perawat merupakan model yang dikembangkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh WHO bekerja sama dengan kelompok kerja perawat tingkat nasional Depkes pada tahun 2001 (Keputusan Menkes No 836, 2005). Kinerja merupakan kegiatan dalam mencapai tujuan dan diputuskan oleh pimpinan. Kinerja bukan outcome melainkan aksi dalam upaya untuk mencapai sebuah tujuan, dalam hal ini diskusi repleksi kasus merupakan salah satu manajemen kinerja klinis karena diskusi refleksi kasus merupakan suatu upaya dalam mencapai mutu pelayanan keperawatan, sebagai bahan dasar dalam menentukan evaluasi dan perencenaan selanjutnya. Sehingga diskusi refleksi kasus ini harus dilakukan di seluruh tatanan kesehatan naik di rumah sakit ataupun di puskesmas

Secara umum menurut Depkes (2005) terdapat 5 komponen peningkatan manajemen kinerja klinis (PMK) yang harus dipenuhi oleh setiap insan perawat yaitu:

1.    Standar dalam pelaksanaan pelayanan yang diberikan.

2.    Uraian tugas yang jelas untuk setiap jenjang perawat

3.    Indikator kunci dalam pelaksanaan kinerja klinik

4.    Monitoring kinerja klinik yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkala

5.    Diskusi refleksi kasus

Implementasi pengembangan pelayanan keperawatan rumah sakit merupakan kegiatan pendampingan terhadap rumah sakit. Kementerian Kesehatan dalam menerapkan pelayanan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan.  Hala ini juga digunakan sebagai acuan pentingnya penerapan diskusi refleksi kasus dalam pelayanan keperawatan. Adapun prinsip-prinsip yang perlu menjadi landasan dalam pelaksanaannya adalah :

1.      Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, memiliki kontribusi yang penting dalam pencapaian mutu pelayanan yang

                             diterima oleh pasien.                               8

2.      Pelayanan keperawatan yang diberikan berorientasi pada keselamatan pasien dan mempertahankan efisiensi dan efektifitas pelayanannya.

3.      Dalam implementasi mempergunakan sumber daya yang ada, baik di dalam rumah sakit maupun sumber lain yang tepat serta berfokus pada “improvement effort”.

4.      Dalam implementasi, bekerja dalam tim dan antar profesi untuk meningkatkan pelayanan.

5.      Menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan menghargai pengalamanpengalaman terbaik yang ada di rumah sakit masing-masing.

6.      Melakukan implementasi, perubahan dan pengembangan pelayanan keperawatan harus dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit.

7.      Dalam proses implementasi mengintegrasikan kebijakan-kebijakan dan regulasi yang telah ada seperti SP2KP, PMK, Sistem Akreditasi Rumah Sakit, Pedoman Bimbingan Teknis Pelayanan Keperawatan, Jenjang Karir dan Pedoman Indikator Mutu Klinik.  Sebagai panduan adalah standar pelayanan keperawatan RS Khusus yang sudah disusun.

B.     Pedoman Diskusi Refleksi Kasus

1.      Pengumpulan data

Tahap pengumpulan data perlu memperhatikan tentang riwayat masa lalu dari kasus yang akan didiskusikan serta bagaimana perkembangan kasus tersebut saat ini.

Beberapa poin penting yang perlu dikaji dalam tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut :

a.       Menilai bagaimana diagnosa medis pasien mempengaruhi wawancara

Anda

b.      Bagaimana bias pribadi Anda / asumsi mungkin mempengaruhi wawancara Anda?

c.       Menilai informasi yang Anda kumpulkan, apa yang Anda lihat sebagai pola atau hubungan antara gejala?

d.      Berapa nilai data yang Anda kumpulkan?

e.       Apakah beberapa pertimbangan yang dapat Anda simpulkan dari data? Apakah ada alternatif solusi?

f.       Apakah penilaian Anda mengenai pengetahuan dan pemahaman pasien / pemberi perawatan tentang diagnosis mereka dan kebutuhan untuk terapi fisik?

g.      Sudahkan Anda melakukan verifikasi tujuan pasien dan sumber daya apa yang tersedia?

h.      Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, apakah Anda dapat menilai kebutuhan untuk rujukan kepada tenaga kesehatan profesional lainnya?

2.      Menentukan hipotesis awal

Penentuan hipotesis awal didasarkan pada struktur kerangka/ fungsi, gangguan yang dialami pasien, keterbatasan aktivitas harian pasien,dan pembatasan partisipasi pasien. Berikut adalah poin refleksi yang perlu dikaji dalam penentuan hipotesis awal:

a.       Dapatkah Anda membangun hipotesis berdasarkan informasi yang dikumpulkan?

b.      Apa yang didasarkan pada (bias, pengalaman)?

c.       Bagaimana Anda dapat menentukan hipotesis? Bagaimana Anda dapat menjelaskan alasan Anda?

d.      Bagaimana informasi dan data kondisi pasien yang telah dikumpulkan dalam mendukung hipotesis Anda?

e.       Apakah yang Anda antisipasi dapat menjadi hasil/outcome bagi pasien (prognosis)?

f.       Berdasarkan hipotesis Anda, bagaimanakah strategi Anda dalam mempengaruhi pemeriksaan?

g.      Apa pendekatan / urutan rencana / strategi Anda untuk melakukan pemeriksaan?

h.      Bagaimanakah faktor lingkungan dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?

i.        Bagaimanakah informasi diagnostik lainnya dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?

 

3.      Pemeriksaan

Tahapan pemeriksaan mempertimbangkn tes yang perlu dilakukan serta pengukuran-pengukuran. Berikut adalah poin refleksi dari tahapan pemeriksaan:

a.       Menilai tes dan pengukuran yang Anda pilih untuk pemeriksaan, bagaimana dan mengapa Anda memilihnya?

b.      Menggambarkan dari tes ini, bagaimana tes tersebut dapat mendukung / meniadakan hipotesis Anda?

c.       Dapatkah identifikasi dari tes dan pengukuran tersebut membantu Anda menentukan perubahan status? Apakah tes dan pengukuran itu setidaknya mampu mendeteksi perbedaan klinis penting?

d.      Bagaimana Anda mengatur pemeriksaan? Apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda?

e.       Jelaskan pertimbangan untuk sifat psikometrik tes dan pengukuran yang digunakan.

f.       Diskusikan sistem lain yang tidak diuji, apakah dapat mempengaruhi masalah pasien.

g.      Bandingkan pemeriksaan temuan Anda untuk pasien ini dengan pasien lain dengan diagnosis medis serupa.

h.      Bagaimana pilihan tes dan pengukuran berhubungan dengan tujuan pasien

4.      Evaluasi

a.       Bagaimana Anda menentukan diagnosis Anda? Bagaimana pendapat pasien tentang  diagnosis yang Anda tentukan?

b.      Bagaimana hasil pemeriksaan Anda dapat mendukung atau meniadakan hipotesis awal Anda?

c.       Apa penilaian Anda tentang masalah yang paling penting untuk dikerjakan?

d.      Bagaimana evaluasi ini berhubungan dengan tujuan pasien dan identifikasi masalah?

e.       Faktor-faktor apa yang mungkin mendukung atau mengganggu prognosis pasien?

f.       Bagaimana faktor lain seperti fungsi tubuh, faktor lingkungan, dan sosial mempengaruhi pasien?

g.      Apa alasan Anda untuk prognosis, dan apa indikator prognostik positif dan negatif?

h.      Bagaimana tindakan yang akan Anda untuk mengembangkan hubungan terapeutik?

i.        Bagaimana mungkin setiap faktor budaya memengaruhi perawatan Anda dari pasien?

j.        Apa pertimbangan Anda untuk perilaku, motivasi, dan kesiapan?

k.      Bagaimana Anda dapat menentukan kapasitas untuk kemajuan menuju tujuan?

 

5.      Rencana Tindak Lanjut

a.       Bagaimana Anda memasukkan tujuan pasien dan keluarga?

b.      Bagaimana tujuan mencerminkan pemeriksaan dan evaluasi Anda?

c.       Bagaimana Anda menentukan resep terapi fisik atau rencana perawatan (frekuensi, intensitas, antisipasi layanan perawatan jangka panjang)?

d.      Bagaimana      elemen             kunci   dari      rencana            perawatan

e.       terapi   fisik berhubungan kembali dengan diagnosis awal?

f.       Bagaimana faktor personal dan lingkungan pasien mempengaruhi rencana perawatan terapi fisik?

 

6.      Rencana Kegiatan

a.       Diskusikan semua pendekatan terapi fisik atau  beberapa strategi (misalnya, pembelajaran motorik, penguatan).

b.      Bagaimana Anda akan memodifikasi prinsip untuk pasien?

c.       Apakah ada aspek yang spesifik tentang pasien yang perlu diingat?

d.      Bagaimana pendekatan Anda berhubungan dengan teori dan bukti saat ini?

e.       Ketika Anda merancang rencana intervensi Anda, bagaimana Anda memilih strategi yang spesifik?

f.       Apakah alasan Anda untuk strategi intervensi yang digunakan?

g.      Bagaimana intervensi berhubungan dengan masalah utama yang telah diidentifikasi?

h.      Apakah mungkin Anda perlu mengubah intervensi untuk pasien tertentu dan pemberi perawatan? Apa kriteria Anda untuk melakukannya?

i.        Apa koordinasi dari aspek perawatan?

j.        Apa kebutuhan komunikasi dengan anggota tim lainnya?

k.      Apa aspek dokumentasi?

l.        Bagaimana Anda akan memastikan keselamatan?

m.    Pendidikan Pasien / pemberi perawatan:

n.      Apakah strategi keseluruhan yang Anda lakukan dalam mengajar?

o.      Jelaskan gaya belajar / hambatan dan setiap akomodasi yang mungkin untuk pasien dan pemberi perawatan.

p.      Bagaimana Anda dapat memastikan pemahaman?

q.      Apa strategi komunikasi (verbal dan nonverbal) yang nantinya paling efektif.

 

7.      Pemeriksaan Ulang

a.      Mengevaluasi efektivitas intervensi Anda. Apakah Anda perlu mengubah apa pun?

b.      Apa yang telah Anda pelajari tentang pasien / perawat yang Anda tidak tahu sebelumnya?

c.       Bagaimana kemajuan pasien saat ini terhadap tujuan dibandingkan dengan pasien lain dengan diagnosis yang sama?

d.      Apakah ada sesuatu yang diabaikan, disalahartikan, dinilai terlalu tinggi, atau dinilai rendah, dan apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda? Akankah hal ini dapat menunjukkan setiap potensi kesalahan yang telah Anda buat?

e.       Bagaimana interaksi Anda dengan pasien / pemberi perawatan dapat diubah?

f.       Bagaimana hubungan terapeutik Anda dapat diubah?

g.      Apakah terdapat kemungkinan faktor-faktor baru yang mempengaruhi kriteria hasil dari pasien?

h.      Bagaimana karakteristik kemajuan pasien mempengaruhi tujuan Anda, prognosis, dan pengantisipasian hasil?

i.        Bagaimana Anda dapat menentukan pandangan pasien (kepuasan / frustrasi) tentang kemajuannya ke arah tujuan? Bagaimana kemungkinannya dapat mempengaruhi rencana perawatan Anda?

j.        Bagaimana terapi fisik mempengaruhi kehidupan pasien?

8.      Hasil 

a.       Apakah terapi fisik yang efektif, dan apa ukuran yang Anda gunakan untuk menilai hasilnya? Apakah ada perbedaan klinis minimum yang penting?

b.      Mengapa iya atau mengapa tidak?

c.       Kriteria apa yang Anda atau akan Anda gunakan untuk menentukan apakah pasien telah mencapai tujuan nya?

d.      Bagaimana Anda menentukan pasien siap untuk kembali ke rumah / masyarakat / kerja / sekolah / olahraga?

e.       Hambatan apa (fisik, pribadi, lingkungan), jika ada, apakah dapat dipulangkan?

f.       Apakah kebutuhan yang dapat diantisipasi terkait usia, dan apa yang menjadi dasarnya?

g.      Apakah peranan yang memungkinkan dari terapi fisik di masa yang akan datang?

h.      Apa pandangan pasien / pemberi perawatan dari kebutuhan terapi fisik di masa yang akan datang?

i.        Dapatkah Anda dan pasien / pemberi perawatan yang lain secara bersama-sama merencanakan rencana seumur hidup untuk sehat?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS DI RUMAH SAKIT

Nomor Dokumen 

 

Tanggal            disahkan

pertama kali

 

Tanggal Revisi 

 

 

 

Pengertian 

Kegiatan diskusi untuk merefleksikan pengalaman praktek suatu kasus tertentu terhadap konsep pengetahuan baru / praktek baru

Tujuan 

1.      Meningkatkan pengembangan profesionalisme secara berkelanjutan bagi perawat melalui kegiatan pembelajaran sepanjang hayat

2.      Meningkatkan performa klinik perawat melalui siklus perubahan berbasis evidence-based practice

Leader 

Manajer Kasus

Stakeholder terkait

1.      Kepala Ruangan (Manajer Personil/Perawat)

2.      Staff          Keperawatan   (Perawat          Klinis   /       Perawat Pelaksana)

3.      Komite Keperawatan 

Alat / Bahan 

1.      Dokumentasi asuhan keperawatan 

2.      Sinopsis tentang ide / gagasan / informasi terkait kasus yang dibuat berdasarkan analisis hasil penelitian 

3.      Standar Asuhan Keperawatan sesuai kasus (jika ada)

4.      SPO tindakan terkait kasus (jika ada)

5.      Hasil audit keperawatan (jika ada)

6.      Tool refleksi 

Output 

1.      Rekomendasi untuk merubah praktek sesuai pengetahuan / informasi yang baru

2.      Rekomendasi untuk mencari informasi-informasi tambahan lainnya yang menguatkan 

3.      Rekomendasi untuk mempertahankan praktek yang sudah dilaksanakan karena sesuai dengan pengetahuan yang baru.

 

 

 

 

 

 



Tool Refleksi Diri

 

A.    Riwayat Pasien 

Pernyataan

Ya

Tidak

Riwayat kesehatan sudah dikaji dengan baik dan sudah

didokumentasikan dengan baik dalam dokumen asuhan keperawatan 

 

 

Ada tindakan / terapi medis yang membuat bias asumsi terhadap hasil pengkajian 

 

 

Data yang terdokumentasikan sangat bermakna untuk menentukan masalah pasien yang aktual maupun potensial

 

 

Data yang tercata telah diverifikasi kembali kepada pasien dalam 24 jam terakhir

 

 

Sumber-sumber yang tersedia di RS sudah dipergunakan untuk memperoleh data

 

 

Menurut saya pasien perlu dikonsultasikan lebih lanjut untuk memperoleh data lebih banyak

 

 

 

B.     Hipotesis

Masalah yang ada pada pasien berhubungan dengan :

1.      Struktur Tubuh / Fungsi Organ Tubuh

2.      Kerusakan Fungsi / Memburuknya Kesehatan 

3.      Keterbatasan Aktifitas

4.      Terhambatnya Partisipasi Dalam Asuhan 

Pernyataan

Ya

Tidak

Saya dapat membuat hipotesis tentang kondisi pasien berdasarkan informasi yang ada

 

 

Saya dapat menjelaskan rasionalisasi dari hipotesis yang saya buat

 

 

Saya dapat menyebutkan data-data yang mendukung hipotesis saya

 

 

Saya dapat menjelaskan prognosis pasien dalam 2 x 24 jam kedepan

 

 

Saya sudah memiliki rencana spesifik bagi pasien 

 

 

Saya dapat mengendalikan faktor lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan pasien 

 

 

 

C.     Evaluasi

1.      Bagaimana anda menjelaskan diagnosa yang sudah dibuat ?

2.      Apa issu penting yang harus diantisipasi terkait kasus ?

3.      Adakah perbedaan respon pasien terhadap tindakan keperawatan antar apasien anda dengan pasien-pasien lainnya dalam kasus yang sama ?

4.      Setelah membaca sinopsis, adakah rencana keperawatan yang akan berubah ?

5.      Siapa saja pihak yang dapat dilibatkan untuk meningkatkan praktik ?

 

 

Cilacap,     Mei 2021

 

 

(Nama Jelas)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.    Simpulan

Pelayanan keperawatan harus mampu menjawab tuntutan untuk memberikan service excellent atau pelayanan prima. Pelayanan prima dapat tercapai dengan mempertahankan mutu pelayanan keperawatan yang umumnya dilakukan melalui gugus kendali mutu, penerapan standar keperawatan, pendekatan-pendekatan pemecahan masalah, maupun audit keperawatan. Praktik klinik yang efektif dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, dinamis, menyeluruh dengan sistem pelayanan kesehatan yang terpadu.

Salah satu wujud dari upaya pencapaian mutu pelayanan keperawatan ialah penerapan metode pemecahan masalah. Diskusi refleksi kasus (DRK) merupakan metode diskusi kelompok yang merefleksikan pengalaman tenaga keperawatan secara aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan berdasarkan pada pemahaman standar yang ditetapkan. Penerapan DRK perlu didasarkan pada evidence based practice yang mendukung pencapaian tujuan dan manfaat. Pelaksanaan DRK diuraikan dalam bentuk SPO yang terdiri dari pengumpulan data,pengambilan hipotesis awal, pemeriksaan, evaluasi, rencana tindak lanjut, rencana kegiatan, pemeriksaan ulang, dan hasil.

 

B.     Saran

1.      DRK perlu diterapkan di rumah sakit untuk menunjang mutu pelayanan keperawatan dan pelaksanaannya dioptimalkan

2.      DRK perlu disosialisasikan kepada berbagai unit terkait sehingga perawat maupun ruangan memahami pentingnya DRK dan cara penerapannya

3.      Pelaksanaan DRK perlu disesuaikan dengan SPO yang telah ditetapkan agar tujuan tercapai

4.      Pelaksanaan DRK perlu ada monitoring dan evaluasi sehingga dapat dinilai efektivitas dan efisiensinya.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Blacley A, Blunting Occam’s Razor. 2010. Aligning Medical Education With Student of Complexxity. J Eval Clin Pracct. 16,849:855

2.      Frasel

3.      Chris Dawber. 2013. Reflective practice groups for nurses: A consultation liaison psychiatry nursing initiative: Part 1 – the model. International Journal of Mental Health Nursing 22, 135–144

4.      19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 836. 2005. Pedoman

5.      Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan: Jakarta

6.      Fulya

7.      Chris Dawber. 2013.  Reflective practice groups for nurses: A consultation liaison psychiatry nursing initiative: Part 2.International Journal of Mental Health Nursing 22, 241–248. 

8.      Emanuel VensiHasmoko, 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Klinis Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (Spmkk) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Undip

9.      Bondan Palestin. 2007. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit, Jurnal Keperawatan dan Penelitian: Yogyakarta

10.  Nursalam, Manajemen keperawatan (aplikasi dalam keprawatan praktek profesional) edisi I Salemba Medica Jakarta 2002.

11.  Departemen Kesehatan RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan: Jakarta

12.  Ujeng. 2007. Diskusi refleksi kasus dalam implementasi pengembangan manajemen kinerja :: Studi kasus di RSUD Gunung Jati Cirebon. Elektronoc theses dan desertation (ETD): Gajah Mada University

13.  Heather L Atkinson, Kim Nixon-Cave. 2011. A tool For Clinical Reasoning and Rflektion Using International Classificatin Of Functioning, Disability and Heakt (ICF) Fram Work and Patient Management Model. Ptjournal. American Physical Treraphy

14.  Association (APTA) 27

15.  WainWright SF, Sheppard KF, Herman LB et all. 2010. Novice and Eksperienced Physical Teraphis Clinical: a Comparition Of How Reflektion Is Use To Inform The

16.  Clinical Desicion Making Proces. Physical Teraphy. 90, 75-88

17.  Ahmad I, Said H Bin, Zeb A, Rehman S. 2013.How Reflective Practice Improves Teachers ’ Classroom Teaching Skill ? Case of Community Based Schools in District

18.  Chitral , Khyber Pakhtunkhwa.4(1):73–81

19.  Intercollegiate Surgical Curriculum Programe. 2010. http://www.iscp.ac.uk/static/public/cbd tips. Diakses pada tanggal 14 Mei 2015.

20.  Leung KH, Pluye P, Grad R, Weston C.2010.  A reflective learning framework to evaluate CME effects on practice reflection. J Contin Educ Health Prof. 30(2):78–88. 

21.  Michael Rowe, Jose Frans and Viviene Bozalek. 2013. Beyond Knowladge and Skill: The Use Of a Delphi Study to Develop a Tecnologi-Mediated Teaching Strategy. Medical Education 13:51

22.  Maya Ratnasari. 2010. Penerapan Pengembangan Manajemen Kinerja (Pmk) Klinik Bagi Perawat Dan Bidan Pada Sistem Remunerasi. http://www.fik.ui.ac.id. Di akses pada tanggal 14 Mei 2015