LAPORAN
PENDAHULUAN
TIMBANG
TERIMA
Disusun
Oleh :
AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep
4012210010
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA
PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-16
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
LAPORAN
PENDAHULUAN
TIMBANG TERIMA
A.
Definisi
Menurut Nursalam (2011) definisi timbang
terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum pergantian dinas. Selain laporan antar dinas, dapat
disampaikan juga informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah
atau belum dilaksanakan.
B.
Tujuan
Menurut Australian Health Care and
Hospitals Association/ AHHA (2009) tujuan timbang terima adalah untuk mengidentifikasi,
mengembangkan dan meningkatkan timbang terima klinis dalam berbagai pengaturan
kesehatan.
Menurut Nursalam (2011) tujuan
dilaksanakan timbang terima adalah:
·
Menyampaikan
masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus)
·
Menyampaikan
hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien
·
Menyampaikan
hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya
·
Menyusun
rencana kerja untuk dinas berikutnya.
C.
Manfaat
Manfaat timbang
terima menurut AHHA (2009) adalah:
1. Peningkatan kualitas asuhan keperawatan
yang berkelanjutan. Misalnya, penyediaan informasi yang tidak akurat atau
adanya kesalahan yang dapat membahayakan kondisi pasien
2. Selain mentransfer informasi pasien,
timbang terima juga merupakan sebuah kebudayaan atau kebiasaan yang dilakukan
oleh perawat. Timbang terima mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan
kebiasaan. Selain itu, timbang terima juga sebagai dukungan terhadap teman
sejawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan selanjutnya
3. Timbang terima juga memberikan “manfaat
katarsis” (upaya untuk melepaskan beban emosional yang terpendam), karena
perawat yang mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang
dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pergantian dinas dan
tidak dibawa pulang. Dengan kata lain, proses timbang terima dapat mengurangi
kecemasan yang terjadi pada perawat
4. Timbang terima memiliki dampak yang
positif bagi perawat, yaitu memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan
informasi untuk membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya
(pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan),
meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin suatu hubungan kerja
sama dan bertanggung jawab antar perawat, serta perawat dapat mengikuti
perkembangan pasien secara komprehensif
5. Selain itu, timbang terima memiliki
manfaat bagi pasien diantaranya, pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang
optimal, dan dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.
Bagi rumah sakit, timbang terima dapat meningkatkan pelayanan keperawatan
kepada pasien secara komprehensif.
Menurut Nursalam (2011) timbang terima
memberikan manfaat bagi perawat dan bagi pasien. Bagi perawat manfaat timbang
terima adalah meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin
hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan, perawat dapat mengikuti
perkembangan pasien secara paripurna. Sedangkan bagi pasien, saat timbang
terima pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap.
D.
Prinsip
Friesen, White dan Byers (2009)
memperkenalkan enam standar prinsip timbang terima pasien, yaitu :
1. Kepemimpinan dalam timbang terima pasien
Semakin luas proses timbang terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan timbang
terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola timbang terima
pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif dari
proses timbang terima pasien dan perannya sebagai pemimpin. Tindakan segera
harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien yang memburuk
2. Pemahaman tentang timbang terima pasien
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa timbang terima
pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan
sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia
untuk menghadiri timbang terima pasien yang relevan untuk mereka. Meninjau
jadwal dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir dan mendukung kegiatan
timbang terima pasien. Membuat solusi-solusi inovatif yang diperlukan untuk
memperkuat pentingnya kehadiran staf pada saat timbang terima pasien
3. Peserta yang mengikuti timbang terima
pasien Mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam
tinjauan berkala tentang proses timbang terima pasien. Mengidentifikasi staf
yang harus hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan
dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan timbang terima pasien. Dalam tim
multidisiplin, timbang terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota
multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan
4. Waktu timbang terima pasien Mengatur
waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk timbang terima pasien. Hal
ini sangat direkomendasikan, dimana strategi ini memungkinkan untuk dapat
memperkuat ketepatan waktu. Timbang terima pasien tidak hanya pada pergantian
jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab misalnya ketika
pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan. Ketepatan
waktu timbang terima sangat penting untuk memastikan proses perawatan yang
berkelanjutan, aman dan efektif
5. Tempat timbang terima pasien Sebaiknya,
timbang terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi tempat tidur
pasien. Jika tidak dapat dilakukan, maka pilihan lain harus dipertimbangkan
untuk memastikan timbang terima pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk
komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat timbang terima pasien bebas dari
gangguan misalnya kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat
telekomunikasi.
6. Proses timbang terima pasien
a. Standar protocol Standar protokol harus
jelas mengidentifikasi pasien dan peran peserta, kondisi klinis dari pasien,
daftar pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting, latar belakang yang
relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan tindakan yang perlu
dilakukan
b. Kondisi pasien memburuk Pada kondisi
pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan pasien secara cepat dan tepat pada
penurunan kondisi yang terdeteksi
c. Informasi kritis lainnya Prioritaskan
informasi penting lainnya, misalnya: tindakan yang luar biasa, rencana
pemindahan pasien, kesehatan kerja dan risiko keselamatan kerja atau tekanan
yang dialami oleh staf.
E.
Jenis-jenis
Menurut Hughes (2008) beberapa jenis
timbang terima pasien yang berhubungan dengan perawat, antara lain:
1. Timbang terima pasien antar dinas Metode
timbang terima pasien antar dinas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode, antara lain secara lisan, catatan tulisan tangan, dilakukan di samping
tempat tidur pasien, melalui telepon atau rekaman, nonverbal, dapat menggunakan
laporan elektronik, cetakan computer atau memori
2. Timbang terima pasien antar unit
keperawatan Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama
mereka tinggal di rumah sakit
3. Timbang terima pasien antara unit
perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostik. Pasien sering dikirim dari unit
keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik selama rawat inap. Pengiriman unit
keperawatan ke tempat pemeriksaan diagnostik telah dianggap sebagai kontributor
untuk terjadinya kesalahan
4. Timbang terima pasien antar fasilitas
kesehatan Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang
lain sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman
berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang
berbeda
5. Timbang terima pasien dan obat-obatan
Kesalahan pengobatan dianggap peristiwa yang dapat dicegah, masalah tentang
obat-obatan sering terjadi, misalnya saat mentransfer pasien, pergantian dinas,
dan cara pemberitahuan minum obat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
kesalahan pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan
Secara umum
terdapat empat jenis timbang terima diantaranya:
1. Timbang terima secara verbal Scovell
(2010) mencatat bahwa perawat lebih cenderung untuk membahas aspek psikososial
keperawatan selama laporan lisan.
2. Rekaman timbang terima Hopkinson (2002)
mengungkapan bahwa rekaman timbang terima dapat merusak pentingnya dukungan
emosional. Hal ini diungkapkan pula oleh Kerr (2002) bahwa rekaman timbang
terima membuat rendahnya tingkat fungsi pendukung.
3. Bedside
timbang terima Menurut Rush (2012) tahapan bedside timbang terima diantaranya
adalah:
a. Persiapan (pasien dan informasi)
b. Timbang terima berupa pelaporan,
pengenalan staf masuk, pengamatan, dan penjelasan kepada pasien
c. Setelah timbang terima selesai maka
tulis di buku catatan pasien
Menurut Caldwell (2012) yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan bedside timbang terima adalah:
a. Menghindari informasi yang hilang dan
memungkinkan staf yang tidak hadir pada timbang terima untuk mengakses
informasi.
b. Perawat mengetahui tentang situasi pasien
dan apa saja yang perlu disampaikan, bagaimana melibatkan pasien, peran penjaga
dan anggota keluarga, bagaimana untuk berbagi informasi sensitif, apa yang
tidak dibahas di depan pasien, dan bagaimana melindungi privasi pasien.
4. Timbang terima secara tertulis Scovell
(2010) timbang terima tertulis diperkirakan dapat mendorong pendekatan yang
lebih formal. Namun, seperti rekaman timbang terima, ada potensi akan kurangnya
kesempatan untuk mengklarifikasi pertanyaan tertentu.
F.
Metode
1. Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di sebutkan bahwa
operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat
b. Menggunakan satu arah komunikasi
sehingga tidak memungkinkan munculnya pertanyaan atau diskusi
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya
sekedar memastikan kondisi secara umum
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari
pasien dan keluarga, sehingga proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait
status kesehatannya tidak up to date
2. Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005)
handover yang dilakukan sekarang sudah menggunakan model bedside handover yaitu
handover yang dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien
atau keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback. Secara umum
materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik secara tradisional maupun
bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover memiliki beberapa
kelebihan diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam
mengambil keputusan terkait kondisi penyakitnya secara up to date
b. Meningkatkan hubungan caring dan
komunikasi antara pasien dengan perawat.
c. Mengurangi waktu untuk melakukan
klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara khusus. Bedside handover juga
tetap memperhatikan aspek tentang kerahasiaan pasien jika ada informasi yang
harus ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis yang lain
G.
Langkah-langkah
dan prosedur pelaksanaan
1.
Kedua
kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2.
Shift
yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan
3.
Perawat
primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift selanjutnya meliputi:
a.
Kondisi
atau keadaan pasien secara umum
b.
Tindak
lanjut untuk dinas yang menerima operan
c.
Rencana
kerja untuk dinas yang menerima laporan
4.
Penyampaian
timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buri
5.
Perawat
primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan
pasien
H.
Efek
Timbang Terima dalam Shift Jaga
Timbang
terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri
seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari shift
kerja atau operan adalah sebagai berikut:
1.
Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang
tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu
istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas
fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya nafsu
makan dan gangguan pencernaan.
2.
Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan
kehidupan keluarga, efek fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan
untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam
masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan malam berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau sore hari.
Sementara pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau
tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat
tersisih dari lingkungan masyarakat.
3.
Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift
malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya
kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap
perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
4.
Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan
gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift
kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah
bagi penderita diabetes.
5.
Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana,
1989), melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir
rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga
kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat
kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa
kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi
pada shift malam.
I.
PROSEDUR PELAKSANAAN
1.
Persiapan
a. Kedua
kelompok dalam keadaan siap
b. Kelompok
yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
2.
Pelaksanaan
a. Semua
perawat jaga shift 1 dan 2 kumpul bersama
b. Didahului
dengan do’a bersama
c. Komunikasi
antar pemberi dan penerima tanggung jawab dilakukan dictation dengan suara
perlahan
d. Menyebutkan
identitas pasien, Dx medis, Dx keperawatan, tindakan keperawatan yang telah
dilakukan beserta waktu pelaksanaanya
e. Menginformasikan
jenis dan waktu rencana tindakan keperawatan yang belum dilakukan
f. Menyebutkan
perkembangan pasien yang ada selama shift
g. Menginformasikan
pendidikan kesehatan yang telah dilakukan (bila ada)
h. Mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan
i. Menyebutkan
terapi dan tindakan medis beserta waktunya yang dilakukan selama shift
j. Menyebutkan
tindakan medis yang belum dilakukan selama shift
k. Memeberikan
salam kepada pasien,keluarga, sereta mengobservasi dan menginsfeksi keadaan
pasien ,menanyakan keluhan-keluhan pasien (dalam rangka klarifikasi)
l. Menginformasikan
kepada pasien/keluarga nama perawat shift berikutnya pada akhir tugas
m. Memberikesempatan
pada shift jaga berikutya mengklarifikasi semua masalah yang ada termasuk
daftar alat-alat dan obat
n. Menutup
operan jaga
Dokumentasi adalah salah satu alat yang
sering digunakan dalam komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan
merupakan dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketrampilan
dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada
tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan
dikerjakan oleh perawat.
Yang perlu di dokumentasikan dalam
timbang terima antara lain:
a. Identitas pasien
b. Diagnosa medis pesien
c. Dokter yang menangani
d. Kondisi umum pasien saat ini
e. Masalah keperawatan
f. Intervensi yang sudah dilakukan
g. Intervensi yang belum dilakukan
h. Tindakan kolaborasi
i.
Rencana
umum dan persiapan lain
j.
Tanda
tangan dan nama terang.
Manfaat pendokumentasian adalah: (a) Dapat
digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat. (b) Mengkomunikasikan kepada
tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang apa yang sudah dan akan
dilakukan kepada pasien. (c) Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat
karena berbagai informasi mengenai pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B,
2009)
J.
Faktor-faktor
1.
Komunikasi
yang objective antar sesama petugas kesehatan.
2.
Pemahaman
dalam penggunaan terminology keperawatan.
3.
Kemampuan
menginterpretasi medical record.
4.
Kemampuan
mengobservasi dan menganalisa pasien.
5.
Pemahaman
tentang prosedur klinik
Engesmo dan Tjora (2006); Scovell (2010)
dan Sexton, et al., (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
menghambat dalam pelaksanaan timbang terima, diantaranya adalah:
1. Perawat tidak hadir pada saat timbang
terima
2. Perawat tidak peduli dengan timbang
terima, misalnya perawat yang keluar masuk pada saat pelaksanaan timbang terima
3. Perawat yang tidak mengikuti timbang
terima maka mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien mereka saat ini.
K.
Mekanisme
kegiatan
TAHAP |
KEGIATAN |
WAKTU |
TEMPAT |
PELAKSANA |
Pra Timbang Terima |
·
Kedua
kelompok dinas sudah siap dan berkumpul di Nurse Station ·
Karu
mengecek kesiapan timbang terima tiap PP ·
Kelompok
yang akan bertugas menyiapkan catatan (Work Sheet), PP yang akan mengoperkan,
menyiapkan buku timbang terima & nursing kit ·
Kepala
ruangan membuka acara timbang terima dilanjutkan dengan doa. |
10 menit |
Nurse
station |
Karu PP PA |
Pelaksanaan Timbang
Terima |
PP dinas pagi
melakukan timbang terima kepada PP dinas sore. Hal-hal yang perlu disampaikan
PP pada saat timbang terima : 1. Identitas klien dan diagnosa medis
termasuk hari rawat keberapa atau post op hari keberapa. 2. Masalah keperawatan. 3. Data yang mendukung. 4. Tindakan keperawatan yang sudah/belum
dilaksanakan. 5. Rencana umum yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan penunjang, konsul, prosedur tindakan tertentu. 6. Karu membuka dan memberi salam kepada
klien, PP pagi menjelaskan tentang klien, PP sore mengenalkan anggota timnya
dan melakukan validasi data 7. Lama timbang terima setiap klien
kurang lebih 5 menit, kecuali kondisi khusus yang memerlukan keterangan lebih
rinci. |
20 menit |
Nurse
station Disamping tempat
tidur klien |
Karu PP PA |
Post Timbang Terima |
Klarifikasi hasil
validasi data oleh PP sore.
|
5 menit |
Nurse
station |
Karu PP PA |
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1.
Dilaksanakan
tepat pada saat pergantian shift
2.
Dipimpin
oleh kepala ruangan atau penanggung jawab atau penanggung
3.
Diikuti
oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas
4.
Informasi
yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi
pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5.
Timbang
terima harus berorientasi pada permasalahan pasien.
6.
Pada
saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume yang cukup sehingga
pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi klien. Sesuatu
yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat
klien
7.
Sesuatu
yang mungkin membuat pasien terkejut dan shock sebaiknya dibicarakan di nurse station
L.
Evaluasi
dalam Timbang Terima
a. Evaluasi Struktur
Pada timbang terima, sarana dan
prasarana yang menunjang telah tersedia antara lain : Catatan timbang terima,
status klien dan kelompok shift timbang terima. Kepala ruangan memimpin
kegiatan timbang terima yang dilaksanakan pada pergantian shift yaitu pagi ke
sore. Sedangkan kegiatan timbang terima pada shift sore ke malam dipimpin oleh
perawat primer.
b. Evaluasi Proses
Proses timbang terima dipimpin oleh
kepala ruangan dan dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang
akan mengganti shift. Perawat primer malam menyerahkan ke perawat primer
berikutnya yang akan mengganti shift. Timbang terima pertama dilakukan di nurse
station kemudian ke bed klien dan kembali lagi ke nurse station. Isi timbang
terima mencakup jumlah klien, masalah keperawatan, intervensi yang sudah
dilakukan dan yang belum dilakukan serta pesan khusus bila ada. Setiap klien
dilakukan timbang terima tidak lebih dari 5 menit saat klarifikasi ke klien.
c. Evaluasi Hasil
Timbang terima dapat dilaksanakan
setiap pergantian shift. Setiap perawat dapat mengetahui perkembangan klien.
Komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Azrul Azwar. 1997. Peran Perawat
Profesional dalam Sistem Kesehatan di Indonesia. Jakar: Makalah Seminar. UI.
Nursalam. 2008. Mnajaemen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Mnajaemen Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Seto Sagung. 2008. Manajemen
Kinerja Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Sabarguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar