LAPORAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
MODEL PENUGASAN
DISUSUSUN
OLEH :
AYU
PRAGISTA RAHMAWATI, S. Kep.
NPM:
4012210010
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATA XVI
STIKES BINA PUTRA BANJAR
2021
METODE PENUGASAN
DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
- Pendahuluan
Kemajuan
jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap
profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas dan profesional tersebut adalah pengembangan model praktek
keperawatan profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian
asuhan tersebut.
MPKP
sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan
tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit.
Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana yang memadai.
Banyak
metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir
ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer,
praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya
untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara
ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien
didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia,
Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan
(Bron , 1987). Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang
bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan
penerapan standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam
kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode
penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien
tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Menurut
Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model
kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan,
dan model perawatan berfokus pada pasien.
B.
Macam metode penugasan
1.
Metode Fungsional
Model
pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan
prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini
digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi
keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal.
Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang
yang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian
intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain
memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk
perawatan seorang pasien.
Seorang
perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior menyibukan
diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada tindakan
keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria
efisiensi, tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing
perawat dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu
mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat
yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model
fungsional ini merupakan metode praktek keperawatan yang paling tua yang
dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat perang dunia kedua.
a.
Kelebihan
1)
Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam
waktu singkat dengan pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang
kekurangan tenaga
3) Perawat akan trampil untuk tugas
pekerjaan tertentu saja
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi
perawat setelah selesai kerja.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti
dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk tugas sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk
mengawasi staf atau peserta didik yang melakukan praktek untuk ketrampilan
tertentu.
b.
Kelemahan :
1) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah
atau tidak total sehingga kesulitan dalam penerapan proses keperawatan.
2) Perawat cenderung meninggalkan klien
setelah melakukan tugas pekerjaan.
3) Persepsi perawat cenderung kepada
tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja
4) Tidak memberikan kepuasan pada
pasien ataupun perawat lainnya.
5) Menurunkan tanggung jawab dan
tanggung gugat perawat
6) Hubungan perawat dan klien sulit
terbentuk
Gambar 1.1 : Sistem
pemberian asuhan keperawatan fungsional (Marquis & Huston, 1988)
2.
Metode TIM
Metode
tim adalah pengorganisasian pelayanan
keperawatan dengan Menggunakan
tim yang terdiri atas kelompok klien dan
perawat. Kelompok ini dipimpin
oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman kerja serta
memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered nurse) tugas dalam kelompok
dilakukan/pembagian oleh pimpinan ketua group dan bertanggung jawab dalam
mengarahkan anggota kelompok/tim. Selain itu ketua group bertugas memberi
pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu
anggota tim apabila mengalami kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan
kepada kepala ruang kemuajuan asuhan keperawatan kepada klien.
Keperawatan
Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan
memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori perawat
pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan
asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang
perawat profesional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah
pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja bersama
untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat
untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan
pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontriibusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim
akan merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan
bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap
anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan
kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanaan
konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah berorientasi pada
tugas atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab
untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya
dan merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota
tim, memberi arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan
aktivitas klien.
Menurut
Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
1) Pemimpin tim didelegasikan/diberi
otoritas untuk membuat penugasan bagi
2) anggota tim dan mengarahkan
pekerjaan timnya.
3) Pemimpin diharapkan menggunakan gaya
kepemimpinan demokratik atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota
tim.
4) Tim bertanggung jawab terhadap
perawatan total yang diberikan kepada kelompok pasien.
5) Komunikasi di antara anggota tim
adalah penting agar dapat sukses. Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan
klien, rencana perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan
tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di antara anggota
tim.
a.
Kelebihan
1) Dapat memfasilitasi pelayanan
keperawatan secara komprehensif
2) Memungkinkan pelaksanaan proses
keperawatan
3) Konflik antar staft dapat
dikendalikan melalui dan dapat saling belajar
4) Memberikan kepuasan anggota tim
dalam berhubungan interpersonal
5) Memungkinkan meningkatkan kemampuan
anggota tim yang berbeda-beda secara efektif.
6) Peningkatan kerja sama dan
komunikasi di antara anggota tim dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi,
memperbaiki fungsi staf secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan
bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan
7) Akan menghasilkan kualitas asuhan
keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
8) Metode ini memotivasi perawat untuk
selalu bersama klien selama bertugas.
1)
Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan
supervisi anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai
perawat pemimpin maupun perawat
klinik
2) Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak diimplementasikan
dengan total
3) Rapat tim membutuhkan waktu sehingga
pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim
terganggu.
4) Perawat yang belum trampil dan belum
berpengalaman selalu tergantung staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.
5) Akontabilitas dari
tim menjadi kabur.
6) Tidak efisien bila dibandingkan
dengan model fungsional karena membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan
tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang
1)
Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
2)
Mengorganisir pembagian tim dan pasien
3)
Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
4)
Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
5)
Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang
metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
6)
Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
7)
Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
8)
Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan
yang lainnya,
9)
Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di
ruangannya, kemudian menindak lanjutinya,
10) Memotivasi staf untuk meningkatkan
kemampuan melalui riset keperawatan.
11) Menciptakan iklim komunikasi yang
terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim:
1)
Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan
kepala ruangan,
2)
Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
didelegasikan oleh kepala ruangan.
3)
Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya,
4)
Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
5)
Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan
bimbingan melalui konferens.
6)
Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil
yang diharapkan serta mendokumentasikannya.
7)
Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan,
8)
Menyelenggarakan konferensi
9)
Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan,
10) Melakukan audit asuhan keperawatan
yang menjadi tanggungjawab timnya,
11) Melakukan perbaikan pemberian asuhan
keperawatan,
Tanggung jawab anggota tim
1)
Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
2)
Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang
telah diberikan berdasarkan respon klien.
3) Berpartisipasi dalam setiap
memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan
4) Menghargai bantuan dan bimbingan dan
ketua tim.
5) Melaporkan perkembangan kondisi
pasien kepada ketua tim.
6) Memberikan laporan.
Gambar 1.2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan tim (Marquis
& Huston, 1998)
3.
Metode Primer.
Model
primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa konsep dan
perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam
terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan
sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam
kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien.
Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan
kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni
oleh perawat primer.
Pada
model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu.
Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai
kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah,
dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung
jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan
bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan direncanakan dan
ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan primer
mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat
primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di antara
pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun
perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain
diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien.
Dalam
menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif,
self direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin
ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer
adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam
bidang keperawatan.
Karakteristik
modalitas keperawatan primer adalah :
1. Perawat primer mempunyai tanggung
jawab untuk asuhan keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan
sampai pemulangan
2. Perawat primer melakukan pengkajian
kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional
kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
3. Pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan didelegasikan oleh perawat primer kepada perawat sekunder selama
shift lain.
4. Perawat primer berkonsultasi dengan
perawat kepala dan penyelia.
5. Autoritas, tanggung gugat dan
autonomi ada pada perawat primer
a.
Kelebihan :
1) Perawat primer mendapat
akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan untuk pengembangan diri.
2) Memberikan peningkatan autonomi pada
pihak perawat, jadi meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat
3) Bersifat kontinuitas dan
komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer dalam memberikan atau
mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
4) Membebaskan manajer perawat klinis
untuk melakukan peran manajer operasional dan administrasi
5) Kepuasan kerja perawat tinggi karena
dapat memberiikan asuhan keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan
oleh perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan
ilmu pengetahuan.
6) Staf medis juga merasakan kepuasan
karena senantiasa informasi tentang kondisi klien selalu mutakhir dan
komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar
mengetahui keadaan kliennya.
7) Perawat ditantang untuk bekerja
total sesuai dengan kapasitas mereka.
8) Waktu yang digunakan lebih sedikit
dalam aktivitas koordinasi dan supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas
langsung kepada klien.
9) Pasien terlihat lebih menghargai.
Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.
10) Asuhan keperawatan berfokus pada
kebutuhan klien.
11) Profesi lain lebih menghargai karena
dapat berkonsultasi dengan perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.
12) Menjamin kontinuitas asuhan
keperawatan.
13) Meningkatnya hubungan antara perawat
dan klien.
14) Metode ini mendukung pelayanan
profesional.
15) Rumah sakit tidak harus
mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi
b.
Kelemahan:
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat
profesional
2) Tidak semua perawat merasa siap
untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji
serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
3) Akontabilitas yang total dapat
membuat jenuh.
4) Perlu tenaga yang cukup banyak dan
mempunyai kemampuan dasar yang sama.
5) Biaya relatif tinggi dibanding
metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer
1) Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”
2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk
satu perawat primer
3) Penugasan ditentukan oleh kepala
bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat
professional lain maupun non professional sebagai perawat asisten
Gambar 1.3 : Diagram system asuhan keperawatan
primer
(Marquis & Huston, 1998)
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer
1) Sebagai konsultan dan pengendalian
mutu perawat primer
2) Mengorganisir pembagian pasien
kepada perawat primer
3) Menyusun jadual dinas dan memberi
penugasan pada perawat asisten
4) Orientasi dan merencanakan karyawan
baru
5) Merencanakan dan menyelenggarakan
pengembangan staff
Tanggung jawab perawat primer :
1) Menerima pasien dan mengkaji
kebutuhan pasien secara komprehensif
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah
dibuat selama ia dinas
4) Mengkomunikasikan dan
mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat
lain
5) Mengevaluasi keberhasilan yang
dicapai
6) Menyipakan penyuluhan untuk pulang
7) Melakukan rujukan kepada pekarya
sosial, kontak dengan lembaga sosial dimasyarakat
8) Membuat jadual perjanjian klinis
9) Mengadakan kunjungan rumah
Metode
kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien tertentu
yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat
kesehatan komunitas.
a.
Kelebihan :
1) Perawat lebih memahami kasus per
kasus
2) Sistem evaluasi dapat dilakukan
dengan mudah
b.
Kekurangan
1)
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
2)
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama
5.
Metode Modifikasi
Metode
modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan modifikasi antara
tim dan primer.
Menurut
Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber
daya manusia yang ada, antara lain adalah:
a.
Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III
dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang
berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset
serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Model Praktek Keperawatan
Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga
perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu
tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang
asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu
melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan
hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan
Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3
komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model
ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model
ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan
Menurut
Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem model MAKP ini didasarkan
pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan
secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan
SI keperawatan atau setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan
secara murni , karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi
pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini
diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akountabilitasnya terdapat pada
primer.
Disamping
itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagaian besar adalah
lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer atau ketua tim
tentang asuhan keperawatan.
Nilai-nilai
profesional dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan diaplikasikan dalam
bentuk aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai
berikut :
1) Pendekatan Manajemen (Management Approach )
2) Penghargaan karir ( compensatory
rewards )
3) Hubungan Profesional ( professional
relationship)
4) Sistem pemberian asuhan pasien ( patient
care delivery system )
Kegiatan
yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP yang dapat
dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja berkualitas.
Gambar 1.4 Struktur Organisasi Ruangan A
DAFTAR
PUSTAKA
Achir Yani, Model Praktek
Keperawatan di Rumah Sakit, disampaikan pada seminar keperawatan yang diselenggarakan DPD I PPNI, Jawa timur
di Surabaya, 11 Desember 1999.
Cobell, C. ( 1992) , The efficacy of primary Nursing as a
Foundation For Patient Advocacy Nursing Practic,
hal : 2-5
Douglas, LM. (1984) , the Effevtive
Nurse Leader and Menager, Second edition, St. Louis, the CV Mosby.
Gillies, D.
(1989) , Nursing Management
company a Sistem Approach, Philadelphia, W.B. Saunders.
Huber,. D., (2000). Leadershi~ and nursing care management
Philadelpia: W.B. Saunders Company.
Kelompok Pekerja Keperawatan ,
Konsorsium Ilmu Kesehatan (1995), Konsep
Model Praktek Keperawatan, tidak
dipublikasikan.
Keliat, B.A.,
dkk (2000). Pedoman manajemen
sumber daya manusia
perawat ruang model
praktek keperawatan
profesional rumah sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Makalah : tidak
dipublikasikan
Manurung, I., (2001). Model Pemberian Asuhan Keperawatan Makalah.
Bogor: tidak dipublikasi
Marquis,
BL & Huston, Cj (1998), Management
Decision Making For Nurses, 124 Cases Studies, 3 Ed. Philadelphia : JB
Lippincott
Nursalam (2007),
Manajemen Keperawatan.
Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Proffesional. Jakarta
:
Salemba Medika
Sitorus,
R, Yulia (2006). Model Praktik
Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan
di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Sudarsono,
R.S. (2000). Berbagai model praktek
keperawatan profesional di rumah sakit. Makalah seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak
dipublikasikan
Russel C.
Swanburg .(1994). Pengantar Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis, Jakarta : EGC
Tappen, R.M., (l 995). Nursing Leadership and Management. Concepts and Practice.
(3 rd edition). Philadelpia:
F.A. Davis Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar