LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN
GANGGUAN SOSIOLOGIS
Disusun Oleh :
AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep.
NPM: 4012210010
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN (STIKES)
BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2021
PERUBAHAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN
GANGGUAN SOSIOLOGIS
A.
PENGERTIAN
Lanjut usia
adalah seseorang yang karena usianya yang lanjut mengalami perubahan bilogis,
fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada
seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan
manusia lanjut usia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Murwani, 2010).
B.
CIRI–CIRI LANSIA
Ciri-ciri lansia adalah sebagai
berikut :
a.
Lansia merupakan periode
kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran
fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b.
Lansia memiliki status kelompok
minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga
lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c.
Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan
karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.
d.
Penyesuaian yang buruk pada
lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang
tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia
menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri
yang rendah.
C.
PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA
a.
Pendekatan Fisik
Perawatan
pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat
dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas
penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat
dibagi 2 bagian:
1)
Klien lansia yang masih aktif dan
memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang
lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
2)
Klien lansia yang pasif, keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan
perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.
b.
Pendekatan Psikologis
Perawat
mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap
segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar,
simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkahlaku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secaraperlahan dan bertahap.
c.
Pendekatan Sosial
Berdiskusi
serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan
sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat
bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar
lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan
majalah.
D.
PRINSIP ETIKA PADA PELAYANAN KESEHATAN
LANSIA
Beberapa prinsip etika yang harus
dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al,
1996) :
a.
Empati: istilah empati menyangkut
pengertian “simpati atas dasar pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan
pada lansia harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih
sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.
Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga
tidak memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua
petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologikdari penderita
lansia.
b.
Non maleficence dan beneficence.
Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk
mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan
(harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat
untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat
morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal
yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c.
Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa
seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan
keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di
bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah lansia dapat membuat
keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini
dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi
secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang
fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence
lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek
etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi
wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah
membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
d.
Keadilan: yaitu prinsip pelayanan
pada lansia harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk
memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan
atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
e.
Kesungguhan hati: Suatu prinsip
untuk selalu memenuhi semua janji yang diberikan pada seorang lansia.
E.
TEORI KEJIWAAN SOSIAL
a.
Aktivitas atau kegiatan (activity
theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah
kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b.
Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut
usia.
c.
Kepribadian berlanjut (continuity
theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku
tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
d.
Teori pembebasan (disengagement
theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1)
Kehilangan peran
2)
Hambatan kontak sosial
3)
Berkurangnya kontak komitmen
F.
FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KETUAAN
a.
Hereditas atau ketuaan genetik
b.
Nutrisi atau makanan
c.
Status kesehatan
d.
Pengalaman hidup
e.
Lingkungan
f.
Stres
G.
PERUBAHAN – PERUBAHAN YANG
TERJADI PADA LANSIA
Semakin bertambahnya umur manusia,
terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia, tidak hanyaperubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011).
a.
Perubahan fisik
1)
Sistem Indra
Sistem
pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2)
Sistem Intergumen: Pada lansia
kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3)
Sistem Muskuloskeletal.
Perubahan
sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung (kolagen dan elastin),
kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian
menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi
rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang
setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada
penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4)
Sistem kardiovaskuler
Perubahan
pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah,
ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang,
kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan
oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
5)
Sistem respirasi
Pada proses
penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi
volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara
yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks
berkurang.
6)
Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan
yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecapmenurun,
rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil
dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7)
Sistem perkemihan
Pada sistem
perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami
kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8)
Sistem saraf
Sistem
susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
9)
Sistem reproduksi
Perubahan
sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi
atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b.
Perubahan Kognitif
1)
Memory (Daya ingat, Ingatan)
2)
IQ (Intellegent Quotient)
3)
Kemampuan Belajar (Learning)
4)
Kemampuan Pemahaman
(Comprehension)
5)
Pemecahan Masalah (Problem
Solving)
6)
Pengambilan Keputusan (Decision
Making)
7)
Kebijaksanaan (Wisdom)
8)
Kinerja (Performance)
9)
Motivasi
c.
Perubahan mental
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental :
1)
Pertama-tama perubahan fisik,
khususnya organ perasa.
2)
Kesehatan umum
3)
Tingkat pendidikan
4)
Keturunan (hereditas)
5)
Lingkungan
6)
Gangguan syaraf panca indera,
timbul kebutaan dan ketulian.
7)
Gangguan konsep diri akibat
kehilangan kehilangan jabatan.
8)
Rangkaian dari kehilangan , yaitu
kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
9)
Hilangnya kekuatan dan ketegapan
fisik, perubahan terhadap gambaran diri,perubahan konsep diri.
d.
Perubahan spiritual
Agama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang
(mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir
danbertindak sehari-hari.
e.
Perubahan Psikososial
1)
Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup
atau teman dekat meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2)
Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman
dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang
telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatan.
3)
Depresi
Duka cita yang berlanjut akan
menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang
berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena
stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4)
Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan:
fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguan gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa
muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5)
Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada
lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya
mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6)
Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan
bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
Menurut
Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :
1.
Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya
lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di
otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
2.
Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan
antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca
indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3.
Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya
akomodasi mata, lensa lebih suram(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil
timbul sklerosis, dayamembedakan warna menurun.
4.
Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya
pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5.
Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi
kaku karena kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20
tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan
darah meninggi, karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
6.
Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pengaturan suhu hipotalamus yang
dianggap bekerja sebagai suatu thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu).
Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang
sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
7.
Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas,
sehingga kapasitas residu meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas menurun pula. Selain
itu, kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.
8.
Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal,
sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering
timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9.
Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria
melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada
wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek
pada seks sekunder.
10.
Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun
(ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron.
11.
Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut
karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak,
berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.
12.
Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh,
kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi
lamban, otot mudah kram dan tremor.
H.
PERUBAHAN PSIKOSOSIAL
1.
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah
orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang,
enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,
dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Seorang
lansia ansia agar dapat menjaga kondisi fisik yang sehat, perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, dengan cara
mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan secara fisik. Seorang lansia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan
bekerja secara seimbang.
2.
Penurunan Fungsi dan Potensi
Seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan metabolism (diabetes
millitus, vaginitis), baru selesai operasi: prostatektomi), kekurangan gizi,
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan
obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a)
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan
kehidupan seksual
b)
Sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c)
Kelelahan atau kebosanan karena
kurang variasi dalam kehidupan.
d)
Pasangan hidup telah meninggal.
e)
Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun dsb.
3.
Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya
setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
a)
Tipe Kepribadian Konstruktif
(Construction personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
b)
Tipe Kepribadian Mandiri
(Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.
c)
Tipe Kepribadian Tergantung
(Dependent personality), pada tipe ini biasanya sangatdipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.
d)
Tipe Kepribadian Bermusuhan
(Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi
morat-marit.
e)
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self
hate personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
4.
Perubahan yang Berkaitan Dengan
Pekerjaan
Pada umumnya
perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah
agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan
sebagaikehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan
harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Kenyataan
ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki
jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik
positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi
dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu
untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masingmasing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat
dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya.
5.
Perubahan Dalam Peran Sosial di
Masyarakat
Akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,
mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek
dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunyaseperti anak kecil.
Menghadapi
berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga masih
sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau
sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak
punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup sendiri di
perantauan, seringkali menjadi terlantar.
DAFTAR PUSTAKA
Amaral, G.,
Bushee, J., Cordani, U. G., KAWASHITA, K., Reynolds, J. H., ALMEIDA, F. F. M.
D. E., … Junho, M. do C. B. (2013). No Title. Journal of Petrology, 369(1),
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Azizah &
Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan LanjutUsia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Darmojo RB,
Mariono, HH (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Depkes RI (2005). Pedoman pembinaan Kesehatan Lanjut
Usia. Jakarta
Kemenkes RI
(2014).Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI. Jakarta
Nugroho,
Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reni Yuli
Aspiani. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Aplikasi : NANDA, NIC, NOC,
Jilid 1, Jakarta
Sarif La Ode
(2012). Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC, NOC, Dilengkapi
dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha Medika.
Stanley, M &Beare,
P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2.Jakarta: EGC
Tantut
Susanto. (2013). Keperawatan Gerontik. Digital Repository. Universitas
Jember.
Undang-Undang
No 13 (1998). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN1998 TENTANG
KESEJAHTERAAN LANJUT USIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar