Selasa, 31 Agustus 2021

LP PERUB&ASKEP GERONTIK DG GANGG SPIRITUAL

 

LAPORAN PENDAHULUAN

PERUBAHAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN SPIRITUAL

 

 

 

 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRD-VHdBvMnl8pnFFSJ6W-oaSYmLolBbg4cRxYGuFq0SSqk8nJ8zLjKfytCOh0wQ56okL66qKkERXX2bNumVrGduJv9CxsvYdOFsgKwhAdrqb5ZhJyElQfFXHmAKbj08UaDWEouLE8QZz6/s320/LOGO+Stikes+Bina+Putera.png

 

Disusun Oleh :

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep

NIM : 4012210010

 

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2021

LAPORAN PENDAHULUAN

PERUBAHAN DAN ASKEP GERONTIK DENGAN GANGGUAN SPIRITUAL

 

 

A.    Definisi Spiritual

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono, 2003).

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).

Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual adalah : kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).

 

 

 

B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000), faktor penting yang dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah :

1.      Tahap perkembangan

Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali   suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.

2.      Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu.

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis & LeMone, 1997).

3.       Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.

4.      Pengalaman hidup sebelumnya.

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia menguji imannya.

 

5.      Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional (Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).

6.      Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2000)

7.      Isu moral terkait dengan terapi.

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2000).

 

C.      Perkembangan Spiritual pada Lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

 

D.    Penyesuaian- Penyesuaian pada Lanjut Usia

Beberapa penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwanya diantaranya :

a.         Penyesuaian terhadap masalah kesehatan

Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro, 2002). Adapun perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho, 1999).

b.         Penyesuaian pekerjan dan masa pensiun

Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 1999). Masa pensiun seringkali dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan dihadapinya. Oleh karena itu, sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan hidup santai, namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik (Rini, 2001).

c.         Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga

Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan. Dari segi ekonomi, pendapatan yang diperoleh lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki pekerjaan lagi (Kuntjoro, 2002). Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk memecahkan masalah tersebut (Hurlock, 1999)

  

d.        Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai

Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2004). 

E.     Distres Spiritual

1.      Pengertian :

a.         Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005).

b.        Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Varcarolis, 2000).

c.         Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.

2.      Patofisiologi :

a.         Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak.

b.        Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.

c.         Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).

d.        Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.

e.          Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi.

f.          Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.

g.        Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.

3.      Karakteristik Distres Spritual

Menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu :

a.         Hubungan dengan diri

a)        Ungkapan kekurangan

ü  Harapan

ü  Arti dan tujuan hidup

ü  Perdamaian/ketenangan

ü  Penerimaan

ü  Cinta

ü  Memaafkan diri sendiri

ü  Keberanian

b)        Kesalahan

c)        Koping yang buruk 

b.        Hubungan dengan orang lain

a)        Menolak berhubungan dengan tokoh agama

b)        Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga

c)        Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung

d)       Mengungkapkan pengasingan diri

c.         Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam

a)        Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik, menulis)

b)        Tidak tertarik dengan alam

c)        Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan

d.         Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya

a)        Ketidakmampuan untuk berdo’a

b)        Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan

c)        Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan

d)       Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama

e)        Tiba-tiba berubah praktik agama

f)         Ketidakmampuan untuk introspeksi

g)        Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita

e.         Penyebab :

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :

a)        Pengkajian Fisik : Abuse

b)        Pengkajian Psikologis : Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).

c)        Pengkajian Sosial Budaya : dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998). 

F.      Pengkajian Spiritual

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual History Tool (Pulschalski, 1999) :

1.      F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?

2.      I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?

3.      C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?

4.      A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?

5.      Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :

a.         Perasaan ketika seseorang gagal

b.        Perasaan tidak stabil

c.         Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri

d.        Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan

e.         Perasaan hampa

 

 

 

G.    Faktor Predisposisi :

1.      Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.

2.      Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

H.    Faktor Presipitasi :

1.      Kejadian Stresful

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

2.      Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

I.       Penilaian Terhadap Stressor :

1.      Respon Kognitif

2.      Respon Afektif

3.      Respon Fisiologis

4.      Respon Sosial

5.      Respon Perilaku

 

 

J.       Sumber Koping

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :

1.      Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan orang lain.

2.      Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.

3.      Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.

4.      Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.

5.      Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.

K.    Psikofarmaka

Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima

L.     Diagnosa Keperawatan

Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.

Tujuan : Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit

Intervensi :

1.         Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.

2.         Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.

3.         Ajarkan tata cara tayamum.

4.         Ajarkan kepada klien untuk berzikir.

5.         Datangkan seorang ahli agama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Alligood, M. R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. USA: Elsevier Health Sciences.

http://www.sosial.spiritual.co.id diakses 2021

www.konsepspiritual.com diakses tanggal 2021

http://www.spiritualpadalansia.html.diakses tanggal 2021

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar