LAPORAN
PENDAHULUAN
PERUBAHAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN SPIRITUAL
Disusun Oleh :
AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep
NIM : 4012210010
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA
PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN DAN ASKEP GERONTIK DENGAN
GANGGUAN SPIRITUAL
A.
Definisi Spiritual
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan
pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku
atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis,
keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas
diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian
serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono,
2003).
Spiritual adalah keyakinan dalam
hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999). Spiritual
juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan
dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain,
baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat
perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya doa,
mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Beberapa istilah yang membantu dalam
pemahaman tentang spiritual adalah : kesehatan spiritual adalah rasa
keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan
lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry,
1995). Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah
kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang
hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup
berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Spiritual
Menurut Taylor (1997) dan Craven
& Hirnle (1996) dalam Hamid (2000), faktor penting yang dapat mempengaruhi
Spiritual seseorang adalah :
1.
Tahap perkembangan
Spiritual
berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa
kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan
menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan
berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.
2.
Peranan keluarga penting dalam
perkembangan Spiritual individu.
Tidak begitu
banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar
tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh
karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana
individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh
pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis & LeMone, 1997).
3.
Latar belakang etnik dan budaya
Sikap,
keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.
Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.
Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari
hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
4.
Pengalaman hidup sebelumnya.
Pengalaman
hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi Spiritual sesorang
dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara
spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Peristiwa dalam
kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada
manusia menguji imannya.
5.
Krisis dan perubahan
Krisis dan
perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses spenuaan, kehilangan
dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan
prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi
tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional
(Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).
6.
Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita
sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi
dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi,
mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau
teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2000)
7.
Isu moral terkait dengan terapi.
Pada
kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan (Hamid, 2000).
C.
Perkembangan Spiritual pada Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia
mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti
agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi
muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi
kematian orang lain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga
serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak
atau dihindarkan (Hamid, 2000).
D.
Penyesuaian- Penyesuaian pada
Lanjut Usia
Beberapa penyesuaian yang dihadapi
para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwanya diantaranya :
a.
Penyesuaian terhadap masalah
kesehatan
Setelah
orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput,
gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro, 2002). Adapun
perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem
pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho, 1999).
b.
Penyesuaian pekerjan dan masa
pensiun
Sikap kerja
sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja
ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya
terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 1999). Masa pensiun seringkali
dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masa
tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan dihadapinya. Oleh karena itu,
sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan hidup santai,
namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik (Rini, 2001).
c.
Penyesuaian terhadap berbagai
perubahan dalam keluarga
Penyesuaian
yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan
perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek
sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh
sering menimbulkan keterasingan. Dari segi ekonomi, pendapatan yang diperoleh
lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki pekerjaan lagi (Kuntjoro,
2002). Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan
permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk memecahkan
masalah tersebut (Hurlock, 1999)
d.
Penyesuaian terhadap hilangnya
pasangan dan orang yang dicintai
Penyesuaian
utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan
karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh
kematian atau penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan
emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang
dicintainya (Hidayat, 2004).
E.
Distres Spiritual
1.
Pengertian :
a.
Distres spiritual adalah kerusakan
kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang
dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih
besr dari dirinya (Nanda, 2005).
b.
Definisi lain mengatakan bahwa
distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh
kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Varcarolis,
2000).
c.
Dengan kata lain kita dapat
katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti
kehidupannya.
2.
Patofisiologi :
a.
Patofisiologi distress spiritual
tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak.
b.
Stress adalah realitas kehidupan
manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun
setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres.
Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini
sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan
(1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu
rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi
ancaman yaitu stres.
c.
Stres akan menyebabkan korteks
serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan
menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus
ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya
adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang.
Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan
kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996),
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
d.
Kegagalan otak untuk melakukan
fungsi kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami
perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa.
Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada
perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.
e.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres
spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi.
f.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi
terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya
depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.
g.
Perilaku ini yang diperkirakan
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya
sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah
kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.
3.
Karakteristik Distres Spritual
Menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu :
a.
Hubungan dengan diri
a)
Ungkapan kekurangan
ü
Harapan
ü
Arti dan tujuan hidup
ü
Perdamaian/ketenangan
ü
Penerimaan
ü
Cinta
ü
Memaafkan diri sendiri
ü
Keberanian
b)
Kesalahan
c)
Koping yang buruk
b.
Hubungan dengan orang lain
a)
Menolak berhubungan dengan tokoh
agama
b)
Menolak interaksi dengan tujuan
dan keluarga
c)
Mengungkapkan terpisah dari sistem
pendukung
d)
Mengungkapkan pengasingan diri
c.
Hubungan dengan seni, musik,
literatur, dan alam
a)
Ketidakmampuan untuk mengungkapkan
kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik, menulis)
b)
Tidak tertarik dengan alam
c)
Tidak tertarik dengan bacaan
keagamaan
d.
Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
a)
Ketidakmampuan untuk berdo’a
b)
Ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c)
Mengungkapkan terbuang oleh atau
karena kemarahan Tuhan
d)
Meminta untuk bertemu dengan tokoh
agama
e)
Tiba-tiba berubah praktik agama
f)
Ketidakmampuan untuk introspeksi
g)
Mengungkapkan hidup tanpa harpaan,
menderita
e.
Penyebab :
Menurut
Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
a)
Pengkajian Fisik : Abuse
b)
Pengkajian Psikologis : Status
mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri,
kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan
(Otis-Green, 2002).
c)
Pengkajian Sosial Budaya :
dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).
F.
Pengkajian Spiritual
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual
History Tool (Pulschalski, 1999) :
1.
F : Faith atau keyakinan (apa
keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi sesorang
yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara
dalam pemberian makna hidup?
2.
I : Impotance dan influence.
(apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa pengaruhnya terhadap
bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan
saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
3.
C : Community (Apakah saudara
bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas
tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok
tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
4.
A : Adress bagaimana saudara akan
mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan
saudara?
5.
Pengkajian aktifitas sehari-hari
pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan berbagai
pernyataan penting seperti :
a.
Perasaan ketika seseorang gagal
b.
Perasaan tidak stabil
c.
Perasaan ketidakmmapuan mengontrol
diri
d.
Pertanyaan tentang makna hidup dan
hal-hal penting dalam kehidupan
e.
Perasaan hampa
G.
Faktor Predisposisi :
1.
Gangguan pada dimensi biologis
akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses
interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman
yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
2.
Faktor frediposisi sosiokultural
meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar
belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
H.
Faktor Presipitasi :
1.
Kejadian Stresful
Mempengaruhi
perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup,
kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam
menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang
maha tinggi.
2.
Ketegangan Hidup
Beberapa
ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.
I.
Penilaian Terhadap Stressor :
1.
Respon Kognitif
2.
Respon Afektif
3.
Respon Fisiologis
4.
Respon Sosial
5.
Respon Perilaku
J.
Sumber Koping
Menurut
Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual
:
1.
Dukungan emosi yang terdiri atas
rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan orang lain.
2.
Tipe yang kedua adalah dukungan
esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
3.
Dukungan yang ketiga adalah
dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan
dengan dimensi spiritual.
4.
Tipe keempat adalah dukungan
informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana
seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5.
Tipe terakhir atau kelima adalah
dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas
spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu
seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam
mencapai keterampilan koping yang efektif.
K.
Psikofarmaka
Psikofarmaka
pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek
spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua,
tiga, empat atau lima
L.
Diagnosa Keperawatan
Distress
spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah
dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
Tujuan : Kebutuhan spiritual dapat
terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit
Intervensi :
1.
Kaji tingkat pengetahuan klien
mengenai ibadah sholat.
2.
Ajarkan pada klien cara sholat
dalam keadaan berbaring.
3.
Ajarkan tata cara tayamum.
4.
Ajarkan kepada klien untuk
berzikir.
5.
Datangkan seorang ahli agama.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.
R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. USA: Elsevier
Health Sciences.
http://www.sosial.spiritual.co.id diakses 2021
www.konsepspiritual.com diakses tanggal 2021
http://www.spiritualpadalansia.html.diakses tanggal 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar