Jumat, 23 Juli 2021

LP CEDERA KEPALA AYU PRAGISTA R

 

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

 

 

 

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners angkatan XVI

Stase Keperawatan Gawat Darurat

 

 

 

Disusun oleh

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep.

NPM. 4012210010

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN KE XVI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

BINA PUTERA BANJAR 2020-2021


 

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDEEA KEPALA

 

1.      DEFINISI

     Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).

     Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).

     Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

     Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.( Mansjoer, dkk, 2000 ).

2.      ETIOLOGI

Penyebab cedera kepala antara lain :

1.      Kecelakaan mobil

2.      Perkelahian

3.      Jatuh

4.      Cedera olahraga

( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

 

 

 

3.      PATOFISIOLOGI

Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera.

 

4.      KLASIFIKASI

Cedera otak dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glascow Coma Scale) yaitu:

1.      Cedera Otak Ringan (COR)

·         GCS 13-15

·         Tidak terdapat kelainan pada CT Scan otak

·         Tidak emmerlukan tindakan operasi

·         Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam

2.      Cedera Otak Sedang (COS)

·         GCS 9-12

·         Ditemukan kelainan pada CT Scan otak

·          Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial

·         Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam

3.      Cedera Otak Berat (COB)

·         Nilai GCS <8

·         Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial.

·         Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <8

( George Dewanto, 2009 )

 

5.      MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinisnya yaitu:

·         Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun

·         Pola nafas menjadi abnormal secara progresif

·         Reson pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami deteriorasi

·         Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan tekanan intracranial

·         Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial

·         Perubahan perilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat. Amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi.

( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

 

6.      KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi yaitu:

·      Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat menyertai cedera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial meningkat,dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera  otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

·       Perubahan perilaku dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.

( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

                  

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

·         Radiograf tengkorak dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan darah yang terjadi.

·         CT Scan dan MRI dapat dengan tapat menentukan letak dan luas cedera. CT Scan biasanya merupakan perangkat diagnostik pilihan diruang kedaruratan walaupun hasil CT Scan mungkin normal yang menyesatkan. MRI adalah perangkat yang leboh sensitif dan akurat, dapat mendiagnosis cedera akson difus, namun mahal dan kurang dapat diakses disebagian besar fasilitas.

( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

 

 

 

 

8.      PENATALAKSANAAN

Cedera otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring.

·         Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan (pengeluaran benda asing dan sel yang mati ), terutama pada cedera kepala terbuka.

·         Dekompresi melalui pengeboran lebang didalam otak, yang disebut burr hole, mungkin diperlukan.

·         Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik.

·         Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.

·         Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.

( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

1.      PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada ganguuan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

1.      PENGKAJIAN AWAL

Airway         : Klien terpasang ETT ukuran 7,5 dengan pemberian oksigen 15 liter permenit. FIO2 = 81 %, terdapat sumbatan atau penumpukan sekret, adanya suara nafars tambahan yaitu ronchi +/+.

Breathing     : Frekuensi nafas 20x/menit, irama nafas abnormal, nafas tidak spontan.

Circulation:Perubahan frekuensi jantung (bradikardi),  keluar darah dari hidung dan telinga, perubahan tekanan darah

2.      ANAMNESIS

Identitas klien meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia muda ), jenis kelamin ( banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor tanpa pengaman helm ), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.

3.      RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun ( GCS <15 ), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien ( bila klien tidak sadar ) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.

4.      RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung ,anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, konsumsi alkohol berlebih.

5.      RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Mengkaji adanya anggota terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.

6.      PENGKAJIAN PSIKO,SOSIO,SPIRITUAL

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran, rasa cemas. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klein harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi kilen, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera otak memerlukan dana pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klein dan keluarga.

7.      PENGKAJIAN FISIK

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat bergguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem ( B1-B6 ).

 

 

 

·         Keadaan Umum

Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan kesadran ( cedera otak ringan GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-12, cedera otak berat GCS <8 ) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.

·         B1 ( Breathing )

Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil:

§  Inspeksi     : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.

§  Palpasi       : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.

§  Perkusi       : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thoraks.

§  Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi pada klein dengan pengingkatan produksi sekret dan kemampuan batuak yang menuurn sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

 

Klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil pada klien dengan cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pernafasan.

·         B2 ( Blood )

Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat. Dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan aritmia.

·         B3 ( Brain )

Cedera otak menyebabakan berbagai defisit neurologi terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS.

·         B4 ( Bladder )

Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia urinw karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

·         B5 ( Bowel )

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan adanya peningkatan produksi asam lambung. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

·         B6 ( Bone )

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. ( Arif Muttaqin, 2008 )

 

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah, edema serebral.

2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler ( cedera pada pusat pernafasan otak).

3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

4.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.

5.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.

 

 

 

3.      RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1     : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah, edema serebral.

Tujuan           : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, GCS, tingkat kesadaran, kognitif, dan fungsi motorik klien membaik.

Kriteria Hasil :

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Tingkat kesadaran membaik.

GCS klien meningkat.

Intervensi       :

1.      Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak dan peningkatan TIK.

R/ : Penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya klien dirawat diperawatan intensif.

2.      Pantau atau catat status neurologis secara teratus dan bandingkan dengan nilai GCS

R/ : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaatdalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan saraf pusat.

3.      Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

R/ : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Diagnosa 2     : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.

Tujuan           : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu mempertahankan pola pernafasan efektif melalui pemasangan ETT.

Kriteria Hasil :

Pola nafas kembali efektif

Nafas spontan.

 

Intervensi       :

1.      Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernafasan.

R/ : Perubahan daoat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi / luasnya keterlibatan oyak. Pernafasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik.

2.      Diposisikan head up (300).

                           R/ : Untuk menurunkan tekanan vena jugularis

3.      Berikan oksigen.

R/ : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

Diagnosa 3     : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan           :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien bebas dari tanda-tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

Tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu kalor (panas), rubor (kemerahan), dolor (nyeri tekan), tumor (membengkak), dan fungsi ulesa.

Intervensi       :

1.      Berikan perawatan aseptik,pertahankan teknik cuci tangan yang baik.

  R/ : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

2.      Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.

R/ : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan peegahan teradap komplikasi selanjutnya.

3.      Pantau suhu tubuh secara teratur.

R/ : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan segera.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

                     

Corwin, J. Elzabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Edisi revisi 3. Jakarta. EGC

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta. EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta. EGC

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar