LAPORAN
PENDAHULUAN
SYOK HIPOVOLEMI
Disusun oleh :
AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep
NPM. 4012210010
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN KE XVI
SYOK HIPOVOLEMIK
A. Definisi
Syok adalah kondisi
hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan
organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada
beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan
syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok.
Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau
septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu
sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan
perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis (Toni Ashadi,2006).
Syok hipovolemik
diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung karena
perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari
plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat
berlebihan) (sherwood, )
Syok dapat
didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan
akan kekurangan oksigen dan bisacedera.(Az Rifki, 2006).
B. Etiologi
Menurut Toni Ashadi,
2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
intravaskuler, misalnya terjadi pada :
1.
kehilangan darah atau
syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
trauma yang berakibat
fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya:
fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3.
kehilangan cairan
intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a.
Gastrointestinal:
peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
b.
Renal: terapi diuretik,
krisis penyakit addison
c.
Luka bakar (kompustio)
dan anafilaksis
C. Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik
cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume
cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan
takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah
terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah
lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda
syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1.
Kilit dingin, pucat,
dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.
Takhikardi: peningkatan
laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi: karena
tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak dibawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin
umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa
terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
D. Patofisiologi
Karena
sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat
keseriusan, Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu:
1.
Tahap nonprogresif
(atau tahap kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi normal
akhirnya akan menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
2.
Tahap progresif, ketika
syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
3.
Tahap ireversibel,
ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk terapi
yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu,
orang tersebut masih hidup.
E. Penatalaksanaan
1.
Pastikan jalan nafas
pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan
sesuai kebutuhan.
2.
Perbaiki volume darah
sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk
mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan
perfusi jaringan.
a.
Kateter tekan vena
sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai
petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP)
memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga
sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.
b.
Jarum atau kateter IV
diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
1)
Buat jalur IV diameter
besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
2)
Ambil darah untuk
spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan
silang, dan hemtokrit.
3)
Mulai infus IV dengan
cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas
pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
c.
Infus larutan Ringer
Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi
elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan
bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.
d.
Mulai tranfusi terapi
komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau
pasien terus mengalami hemoragi.
e.
Kontrol hemoragi;
hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila
dicurigai berlanjutnya perdarahan
f.
Pertahankan tekanan
darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah
sesuai ketentuan.
3.
Pasang kateter urine
tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine menunjukkan
keadekuatan perfusi ginjal.
4.
Lakukan pemeriksaan
fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
5.
Pertahankan surveilens
keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung,
pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi,
elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
6.
Tinggikan kaki sedikit
untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah vena
kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala).
Hindarkan gejala yang tidak perlu.
7.
Berikan obat khusus
yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan
kerja kardiovaskuler.
8.
Dukung mekanisme
devensif tubuh
a.
Tenangkan dan nyamankan
pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
b.
Hilangkan nyeri dengan
kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
c.
Pertahankan suhu tubuh.
1)
Terlalu panas
menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari
vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2)
Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin:
demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.
F. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya
diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian
dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita
yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1.
Airway dan breathing
prioritas pertama
adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
lebih dari 95%.
2.
Sirkulasi - kontrol
perdarahan
termasuk dalam
prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses
intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar
biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan.
PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan
perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh
menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah
cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3.
disability – pemeriksaan
neurologi
dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan
respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam
menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera
intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cidera intra kranial.
4.
Exposure – pemeriksaan
lengkap
setelah mengurus
prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi
dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera. Bila menelanjangi penderita,
sangat penting mencegah hipotermia.
5.
Dilasi lambung –
dikompresi.
Dilatasi
lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan
dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang
berlabihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi
lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun
penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6.
Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung
kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari
perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad
pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki
merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi
kardiografis tentang uretra yang utuh.
G.Secondary survey
Harus segera dapat
akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua
kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan
jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius
kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan
terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik
untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu darah
lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka
digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena
subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau
melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan
dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat tidak
bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena
itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus
diubah atau diperbaiki.
Juga harus
dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita
pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah
6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan
jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau
caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena
telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan
laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada
wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat
ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau
vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo atau hemotorak.
H.Tersieri survey
Larutan elektrolit
isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan
cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan
intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl
fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti
cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang
baik.
Tabel 1.
Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi |
||||||
Cairan |
Na+ (mEq/L) |
K+ (mEq/L) |
Cl- (mEq/L) |
Ca++ (mEq/L) |
HCO3 (mEq/L) |
Tekanan Osmotik
mOsm/L |
Ringer Laktat |
130 |
4 |
109 |
3 |
28* |
273 |
Ringer Asetat |
130 |
4 |
109 |
3 |
28: |
273 |
NaCl 0.9% |
154 |
- |
154 |
- |
- |
308 |
* sebagai laktat
|
I.Diagnosa
1.
Gangguan pola nafas
tidak efektif b/d penurunan ekspansi
paru.
2.
Perubahan perfusi
jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3.
Nyeri b/d trauma hebat.
4.
Gangguan keseimbangan
cairan b/d mual, muntah.
5.
Gangguan pola eliminasi
urine b/d Oliguria.
6.
Kurangnya pengetahuan
b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.
J.Rencana Keperawatan
NO |
DIAGNOSI |
TUJUAN |
INTERVENSI |
1 |
Gangguan pola nafas
tidak efektif b/d penurunan ekspansi
paru |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan pola nafas klien kembali normal, dengan
kriteria hasil: Area paru
bersih Bebas
sianosis dan tanda atau gejala lain dari hipoksia dengan bunyi nafas sama
secara bilateral |
Evaluasi
frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh adanya
dispnea, penggunaan alat bantu nafas Tinggikan
kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler Dorong
pasien untuk berpartisipasi selama nafas dalam, gunakan alat bantu (meniup
botol), dan batuk sesuai indikasi Auskultasi
bunyi nafas. Catat area yang menurun/ tidak ada bunyi nafas dan adanya bunyi
tanbahan, contoh krekels atau ronchi Beri
bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan. Kolaborasi : Catat
respon terhadap latihan nafas dalam atau pengobatan pernafasan lain, catat
bunyi nafas (sebelum /sesudah pengobatan) |
2 |
Perubahan perfusi
jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat: Klien
menunjukkan perfusi jaringan yang
adekuat Nadi dapat teraba Kulit hangat dan kering Sensasi normal |
Awasi
tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan Lakukan
pengkajian neurovaskuler periodic, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit
dan suhu. Berikan
tekanan langsung pada sisi perdarahan, bila terjadi perdarahan. Hubungi
dokter dengan segera Kaji
aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan Kolaborasi
Berikan cairan IV/produk darah sesuai indikasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: Hb/Ht |
3 |
Nyeri b/d trauma
hebat |
Nyeri berkurang
dengan kriteria hasil: TTV (TD,
nadi, suhu, RR) dalam batas normak Sensasi
nyeri berkurang sampai hilang Menunjukan
perasaan santai dan nyaman dengan istirahat yang tepat |
Pertahankan
imobilisasi pada bagian yang sakit dengan tirah baring, pembebat. Tinggikan
dan dukung ekstremitas yang terkena Evaluasi
keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas Dorong
menggunakan teknik manajemen stress, ex: relaksasi progresif, latihan nafas
dalam Sedikit
adanya keluhan nyeri yang tidak biasa atau tiba-tiba Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik non narkotik NSAID
injeksi (toradol, flekseril)
Berikan analgesik yang dikontrol |
4 |
Gangguan keseimbangan
cairan b/d mual, muntah |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan |
Awasi tanda vital, CVP perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi
perifer
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah juga kejadian yang
menyertai atau mencetusnya.
Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter / hari dalam
toleransi
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung elektrolit, plasma, albumin. Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : anti emetik, contoh : proklorparazin (
compazin). |
5 |
Gangguan pola
eliminasi urine b/d Oliguria |
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan
eliminasi urin .dengan kriteria hasil: Berkemih
dengan jumlah normal dan pola biasanya Tidak
mengalami tanda obstruksi |
Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urin
Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.
Dorong meningkatkan pemasukan cairan yang adekuat Kolaborasi
Pertahankan patensi kateter tidak menetap (ureteral, uretra atau
nefrostomi) bila menggunakan
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: asetazolamid (diamox), Alupurinol
(ziloprim).
Irigasi dengan asam atau larutan alkalis sesuai indikasi |
6 |
Kurangnya pengetahuan
b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, diharapkan pasien memahami tentang pengobatan dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
Klien menyatakan kondisi, prognosis, dan pengobatan
Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan |
Kaji ulang
prognosis dan harapan yang akan datang Tentukan
apakah pasien mengetahui tentang kondisi dirinya. Identifikasi
tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh perubahan pada sensasi
gerakan, warna kulit, Anjurkan
penghentian merokok Jaga agar
klien mendapatkan informasi yang benar tentang penyakitnya Peragakan
penerapan terapi yang diprogramkan |
DAFTAR PUSTAKA
Toni Ashadi, (2006).
Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore. Com/med/.detail-pyk.
Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).
Az Rifki, (2006).
Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma. Com /
file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
Brunner & Suddarth.
2002. Keperawatan Medikal Bedah.
(Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Doenges, E, Marilynn,
Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia &
Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar