Jumat, 23 Juli 2021

LP CHEST PAIN AYU PRAGISTA R

 

LAPORAN PENDAHULUAN

CHEST PAIN

 

 

 

 

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners angkatan XVI

Stase Keperawatan Gawat Darurat

 

Description: Description: Description: Description: Description: D:\LOGO STIKES\Picture1.jpg

 

 

Disusun oleh

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep.

NPM. 4012210010

 

 

 

 

 

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN KE XVI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR

TAHUN AKADEMIK 2020-2021

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI DADA (CHEST PAIN)

 

A.    Pengertian

Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain). Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard. Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.

 

B.     Etiologi

Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1.      Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum

2.      Nyeri dada non pleuretik Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :

a)      Kardial

1)      Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :

a)    Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.

b)   Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.

c)    Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.

2)      Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.

3)      Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.

b)      Perikardial

Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

c)      Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.

d)     Gastrointestinal

Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.

e)      Muskuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.

f)       Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.

 

g)      Pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

 

C.     Patofisiologi

Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.

Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.

 

D.    Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :

1)      Nyeri ulu hati

2)      Sakit kepala

3)      Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung

4)      Diaforesis / keringat dingin

5)      Sesak nafas

6)      Takikardi

7)      Sesak nafas

8)      Kulit pucat

9)      Sulit tidur (insomnia)

10)  Mual, Muntah, Anoreksia

11)  Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

12)  Kelemahan

13)  Wajah tegang, merintih, menangis

14)  Perubahan kesadaran

 

E.     Pemeriksaan penunjang

1)      EKG 12 lead selama episode nyeri

a.       Takhikardi / disritmia

b.      Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis

c.       Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.

2)      Laboratorium

a.       Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH

b.      Fungsi hati : SGOT, SGPT

c.       Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin

d.      Profil Lipid : LDL, HDL

3)      Foto Thorax

4)      Echocardiografi

5)      Kateterisasi jantung

 

F.      Terapi / penatalaksanaan

1.      Pengobatan

a)      Nitrat

Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat longacting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi

b)      Beta bloker

Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.

c)      Ca-antagonis

Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja. Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti betabloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada betabloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.

d)     Antipletelet dan antikoagulan

Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :

1)      Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun sesudahnya

2)      Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan caantagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.

3)      Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan nifedipin.

4)      Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

2.      Pembedahan

Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985). Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes. Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.

 

G.    Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak. Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan. Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem asuhan keperawatan antara lain :

1.      Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat.

2.      Keterbatasan sumber daya dan waktu.

3.      Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.

4.      Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan yang tinggi.

5.      Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat darurat.

Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :

1.      Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.

2.      Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.

3.      Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.

4.      Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.

5.      Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.

6.      Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.

7.      Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.

Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat darurat.

1.      Pengkajian

a.       Standar Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.

b.      Keluaran Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat.

c.       Proses Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat.

Proses pengkajian terbagi dua :

a)      Pengkajian Primer (primary survey)

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

A = Airway dengan kontrol servikal

Kaji :

ü  Bersihan jalan nafas

ü  Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

ü  Distress pernafasan

ü  Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

B = Breathing dan ventilasi

Kaji :

ü  Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada

ü  Suara pernafasan melalui hidung atau mulut - Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

C = Circulation

Kaji : -

ü  Denyut nadi karotis

ü  Tekanan darah

ü  Warna kulit, kelembaban kulit

ü  Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

D = Disability

Kaji :

ü  Tingkat kesadaran

ü  Gerakan ekstremitas

ü  GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.

ü  Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

E = Eksposure Kaji : - Tanda-tanda trauma yang ada.

b)      Pengkajian Sekunder (secondary survey)

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.

a)      Pengkajian Riwayat Penyakit:

Komponen yang perlu dikaji:

ü  Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit

ü  Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit

ü  Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera

ü  Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)

ü  Waktu makan terakhir

ü  Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.

Metode pengkajian :

Ø  Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien

S (signs and symptoms): tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien

A (Allergis): alergi yang dipunyai klien

M (medications): tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri

P (pertinent past medical hystori): riwayat penyakit yang diderita

L (last oral intake solid or liquid): klien makan/minum terakhir; jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan kualitas makan

E (event leading to injury or illnes): pencetus/kejadian penyebab keluhan

Ø  Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :

P (provoked): pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri

Q (quality): kualitas nyeri

R (radian): arah penjalaran nyeri

S (severity): skala nyeri ( 1 – 10 )

T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien

b)      Tanda-tanda vital dengan mengukur :

ü  Tekanan darah

ü  Irama dan kekuatan nadi

ü  Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

ü  Suhu tubuh

c)      Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :

ü  Pengkajian kepala, leher dan wajah

ü  Periksa rambut, kulit kepala dan wajah

Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

ü  Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir

Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak.

ü  Periksa leher

Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.

ü  Pengkajian dada

Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :

·         Kelainan bentuk dada

·         Pergerakan dinding dada

·         Amati penggunaan otot bantu nafas

·         Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi

ü  Pengkajian Abdomen dan Pelvis

Hal-hal yang perlu dikaji :

·         Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

·         Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi abdomen dan jejas

·         Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

·         Nadi femoralis - Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

·         Distensi abdomen

ü  Pengkajian Ekstremitas Hal-hal yang perlu dikaji :

·         Tanda-tanda injuri eksternal

·         Nyeri

·         Pergerakan

·         Sensasi keempat anggota gerak

·         Warna kulit

·         Denyut nadi perifer

ü  Pengkajian Tulang Belakang Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :

·         Deformitas

·         Tanda-tanda jejas perdarahan

·         Jejas - Laserasi – Luka

ü  Pengkajian Psikosossial Meliputi :

·         Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan

·         Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga

·         Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.

c)      Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi :

1)      Radiologi

2)      Pemeriksaan laboratorium

3)      USG dan EKG

2.      Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Nyeri Dada (chest pain) antara lain :

a.       Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

b.      Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen

c.       Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai 02 miokard dan kebutuhan

d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

 

H.    DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC.

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta: EGC.

Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. EGC: Jakarta.

Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. EGC: Jakarta.

Soeparman & Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.

Herdman T.H, dkk. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011. EGC: Jakarta.

Wilkinson J M. 2006. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi Bahasa Indonesia. EGC: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar