LAPORAN PENDAHULUAN
KERACUNAN
OLEH:
AYU PRAGISTA RAHMAWATI,
S.Kep
NIM: 4012210010
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
BINA PUTERA BANJAR
2021
LAPORAN
PENDAHULUAN
KERACUNAN
1.
Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk
merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009).
Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan
efek bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi
setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun
yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi
(2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau
makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh
disebut sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan
adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.
2.
Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium
botulinum yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat
yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan
oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain:
1)
Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara
anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora.
Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan
kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36
jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang
kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata
itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita
mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan. Pengobatan hanya dapat
diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum.
Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka
dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2)
Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses
pembuatannya di campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini
seringkali menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia
galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena
efek antibiotik dari asam bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus
beberapa anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari.
Gejala intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah,
ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3)
Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam
sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental,
pingsan.
4)
Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal
asam jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan
penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai
dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol
yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah.
5)
Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.
Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh keracunan makanan dari ikan yang
bersangkutan, mikroba penyebab penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam
tubuh setelah mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia dalam
air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20
menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar
mulut, lemah badan dan susah bernafas.
6)
Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini
mengganggu oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa
jam setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun
sampai koma, dispneu, sianosis dan
kejang.
7)
Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri,
virus, atau parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan
oleh bakteri:
a)
Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau
kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa inkubasi
yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan bertahan kurang
dari 7 hari.
b)
Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau daging
kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa inkubasi
akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama 4-7 hari.
c)
Escherichia
coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering ditemukan setelah
mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti pada daging cincang, dan bakso.
Bisa juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1
hari hingga seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa
minggu.
d)
Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi
dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil harus
berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko menyebabkan
keguguran dan komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari
beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga
hari.
e)
Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci dengan
air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari setelah bakteri
masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu. Bakteri ini menyebabkan
disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
parasit, yaitu:
a)
Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica bisa
menyebabkan terjadinya disentri.
b)
Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c)
Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium.
d)
Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan menimbulkan
gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah
terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala bisa bertahan hingga
berbulan-bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh
virus, yaitu:
a)
Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini
menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi, dan
terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan gejala akan
hilang dalam dua hari.
b)
Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang umumnya
menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah mengonsumsi makanan
terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari.
3.
Manifestasi Klinis
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada
sistem saraf dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang
biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat
menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah
adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot
pernafasan (Arisman, 2009).
4.
Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian
bermacam-macam, baik ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat
dikatakan makanan yang layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik
seketika maupun mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan
tentang kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan
dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki tubuh
seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun
sampai di lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing
yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka
tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang keluar
bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama kelamaan akan
lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi
keluarnya keringat dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk
mempertahankan homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus
tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat
menyebabkan pingsan sampai kematian.
5.
Pathway
Gangguan
saraf otonom Kelemahan
otot, kram, opistototnus Pusat
pernafasan Nyeri
kepala dan otot Gangguan
pergerakan Nafas cepat
dan dangkal Nyeri akut Pola nafas
tidak efektif Intoleransi
aktivitas Diekskresikan
oleh ginjal Kristal
asam kolat menumpuk di dalam tubulus ginjal, ureter dan uretra Obstruksi
saluran kemih Makanan
terkontaminasi yang mengandung Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut,
tempe, singkong dll Masuk
ke saluran cerna Masuk
ke usus halus Masuk
ke lambung Iritasi
pada lambung Asam
lambung meningkat Mual Muntah Defisit
volume cairan Sel
saraf terganggu Tidak
terjadi pelepasan asetilkolin Otot
tidak dapat berkontraksi Kelumpuhan
otot Gangguan
fungsi saraf Hambatan
mobilitas fisik Pandangan
kabur Fotopobia Kerusakan
otak Disfungsi
saraf Kematian Gangguan
bicara Sulit
menelan Kaku
sendi Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gagal
Ginjal Akut Masuk ke
pembuluh darah Infeksi usus Diare
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis
toksikologi adalah sebagai berikut:
1)
Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan
tes darah, tes urin, tes
kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui
jenis organisme penyebab terjadinya keracunan. Pemeriksaan
laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan kesehatan primer yang
memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan
telur cacing dan parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk
membantu membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun
2014).
2)
Gas Darah Arteri:
Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2 dapat rendah
dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru.
Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan
sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang
larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu
pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada
defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3)
Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal ginjal
merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar (disseminated
irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar
nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.
4)
Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium serum,
glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5)
Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas
untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6)
CT-Scan: fotopolos
abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya besi dan kalium,
dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi,
pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis,
dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
7.
Penatalaksanaan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat
dilakukan adalah dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang
telah dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh
garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi
sebagai antibakteria karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin
adalah senyawa fenolik yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau
dengan kadar yang berbeda-beda.
Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan mempunyai sifat
sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Pengaruh fenolik
bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan
makanan adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang
telah dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).
Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat
diperoleh dari air kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit
menginduksi urinisasi, sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak
menginduksi urinisasi. Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena
konsentrasi gula yang tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi
meningkat.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
1)
Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus
keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian
terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan penurunan
kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2)
Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa
pernafasan dan nadi. Berikan cairan intravena, oksigen, hisap lendir dalam
saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalau perlu respirator
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut,
sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag –
valve – mask.
3)
Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami
dehidrasi harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan tubuh
yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan infus.
4)
Pemberian norit/zat karbon aktif
Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama
yang bisa kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif
ke korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang
mampu menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar dalam
darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit
nyatanya juga menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh
karena itu, saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air
putih untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.
AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1
g/kg (maksimal 50 gram) pada anak-anak.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
a)
Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum
mengonsumsi jenis obat ini.
b)
Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki lubang pada
sistem pencernaan.
c)
Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
d)
Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
e)
Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
f)
Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
g)
Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang bersamaan.
h)
Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.
Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan
susu. Susu memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak
beredar dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.
5)
Kumbah Lambung
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling
efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.
6)
Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama
adalah mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a)
Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
b)
Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris
dan psikosis).
c)
Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap
2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d)
Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan
pernafasan akut yang sering fatal.
7)
Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan
oleh bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus
diberikan oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah
seperti diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa jenis
obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa terapi yang
sering diberikan oleh dokter:
a)
Ciprofloxacin (Cipro)
b)
Norfloksasin (Noroxin)
c)
Trimetoprim / sulfametoksazol
d)
Doxycycline
e)
Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
8)
Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau
aloanamnesis yang rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya
mengatasi keracunan, ialah:
a)
Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan,
termasuk yang sering dipakai
b)
Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman dan petugas tentang obat
yang digunakan.
c)
Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan
toksikologi
d)
Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada
pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi,
ukuran pupil, keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.
9)
Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus
dilihat secara holistik dan efektif dalam biaya.
Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk
memancing muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison
Control Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung
penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil atau
zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan
efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya seringkali lebih berbahaya.
Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:
- Penatalaksanaan
syok bila terjadi.
- Pantaulah
tanda vital secara berkala.
- Pantau
keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Bantu
mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
- Pantau dan
atasi komplikasi seperti hipotensi dan kejang.
- Bila pasien
merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan kepalanya ke
samping.
- Kompres
hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di perut dan
kecenderungan untuk muntah.
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN
Lakukan pengkajian
SAMPLE (symptom, allergy, medication, past medical history, last meal,
events leading to call) Px dengan keracunan
makanan akibat keracunan botolinum, bongkrek, jamur, jengkol, singkong
dan ikan laut. Px datang dengan keluhan : -
Mual dan muntah -
Sesak napas -
Diare -
Nyeri perut -
Keram perut -
Badan lemas -
Penurunan kesadaran -
Pusing -
Nyeri berkemih -
Oliguria B1 B2 B3 B4 B5 B6 Breathing -
Sesak napas Blood -
TD menurun - CRT >2 detik Brain -
Pusing -
Kejang -
Penurunan
kesadaran - Nyeri kepala Bladder - Oliguria Bowel -
Mual, muntah -
Diare -
Nyeri tekan abdomen Bone -
Kelemahan - Akral dingin (pada pasien dengan dehidrasi berat) Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium, analisa
gas darah, uji fungsi ginjal
-
Oksigenasi -
Kaji status pernapasan (frekuensi, irama
pernafasan, kedalaman pernafasan) -
Cek
tanda-tanda vital - Periksa adanya gejala syok -
Anjurkan
pasien istirahat -
Kolaborasi
pemberian cairan kristaloid - Kolaborasi pemberian analgetik dan anti konvulsan -
Pasang
kateter urin - Pantau intake dan output -
Anjurkan kompres hangat di perut -
Kolaborasi pemberian cairan kristaloid -
Kolaborasi pemberian antiemetik dan analgetik -
Pantau
tanda-tanda vital - Cek CRT Pasien dinyatakan keracunan makanan Pemeriksaan laboratorium Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum - Observasi - Lanjutkan penanganan simptomatik - Kolaborasi pemberian antibiotik - Kolaborasi pemberian karbon aktif - Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat 10-30 ml IV - Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik bolus IV 1-2,5 mg Perawatan Supportif
8.
Asuhan Keperawatan Teori
A.
Pengkajian
1.
Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan
keadaan mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi
khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif yang merupakan bentuk
dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan
muntah atau beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang
mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus
lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran
napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi dan mengukur
gas darah arteri. Pada pasien dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan
intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji
dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi
perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk
penentuan serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang
berubah harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan
larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia
yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien
hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang
cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada
umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan
gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi
100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan
dengan dosis 0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan
depresi sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya
untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat depresi
pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran
pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis
benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecurigaan takar lajak
benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau
takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai
pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan
tentang bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila
fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena
sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan
untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan
tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya
memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.
2.
Survei Sekunder
Setelah dilakukan
intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang terinci untuk
membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada dan
melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi.
Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau
kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.
a.
Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis
obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai.
Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis
harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik
ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau
obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus
dibawa ke ruang gawat darurat.
b.
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan
pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis
toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit,
abdomen, dan sistem saraf.
1)
Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam
kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat
amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan
bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika,
kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering
terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan
yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat,
karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik.
Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik.
salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia
dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin,
dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang
dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2)
Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang
dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus
riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan
obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang
kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran
karakteristik dari botulinum.
3)
Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat
korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut
hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan
sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter
almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau
bawang putih.
4)
Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan
atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada
keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis
dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi
kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau jamur A manila
phailoides.
5)
Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada
keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang
hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan
organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6)
Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang
fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti
perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau
metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan
fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan
hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin
(PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak
antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa
refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena
obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.
c.
Pemeriksaan diagnostik
1)
Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah,
urin, feses, lengkap) tidak banyak membantu.
2)
Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5
mg/dl), elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3)
Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4)
Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan
pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung
yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler,
takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi
elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan
adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia,
gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.
B. Diagnosa
1.
(00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2.
(00032) Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3.
(00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d
intake tidak adekuat (anoreksia,
mual dan muntah), kesulitan menelan.
4.
(00027) Defisit volume
cairan b/d muntah, diare.
5.
(00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
6.
(00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
C. Intervensi
No |
Tujuan dan Kriteria Hasil |
Intervensi |
1. |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan nyeri berkurang, menghilang dengan
kriteria hasil: Pain level, dibuktikan
dengan respon nonverbal pasien menunjukkan tidak ada nyeri, tanda vital dalam
batas normal, tidak ada masalah pola tidur, pasien melaporkan nyeri
berkurang. Pain control, dibuktikan
dengan pasien dapat melakukan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri. |
1)
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, durasi frekuensi, karakteristik, kualitas dan faktor presipitasi 2)
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3)
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 4)
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 5)
Kurangi faktor presipitasi nyeri 6)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7)
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin 8)
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: 9)
Tingkatkan istirahat 10) Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 11) Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama kali |
2. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil: NOC : Status Pernapasan : Pertukaran Gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan : Kesadaran composmentis, TTV menjadi normal, pernafasan menjadi normal yaitu tidak mengalami nafas Dangkal |
1) Monitor vital sign 2) Identifikasi kebutuhan insersi jalan
nafas buatan 3) Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi 4) Monitor status respirasi: adanya suara
nafas tambahan 5) Kolaborasi dengan tim medis:
pemberian oksigen |
3. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pemenuhan nutrisi dapat adekuat/terpenuhi dengan kriteria hasil: Status Gizi Asupan Makanan
dan Cairan ditandai pasien nafsu makan meningkat, mual dan muntah
hilang, pasien tampak segar Status Gizi;
Nilai Gizi terpenuhi dibuktikan dengan BB meningkat, BB tidak turun. |
1)
Monitor intake dan
output makanan/cairan dan hitung masukan kalori perhari sesuai kebutuhan 2)
Kaji kebutuhan
nutrisi parenteral 3)
Pilih suplemen
nutrisi sesuai kebutuhan 4)
Bantu pasien
memilih makanan yang lunak dan lembut 5)
Berikan nutrisi
yang dibutuhkan sesuai batas diet yang dianjurkan 6)
Kolaborasikan
pemberian anti emesis sesuai indikasi |
4. |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
dengan kriteria hasil: a.
Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi b.
Vital sign dalam batas normal |
1) Monitor intake
dan output, karakter serta jumlah feses 2) Observasi kulit kering berlebihan dan
membran mukosa, penurunan turgor kulit 3) Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
cairan per oral 4) Kolaborasi pemberian cairan paranteral
sesuai indikasi |
5. |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kemampuan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria hasil: a.
Kekuatan otot meningkat b.
Tidak ada kaku sendi c. Dapat
bergerak dengan mudah |
1)
Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap
fungsi sendi 2)
Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan
ketidaknyamanan selama pergerakan/aktivitas 3)
Lakukan latihan ROM pasif atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi 4)
Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi 5)
Dukung pasien untuk melihat gerakan tubuh sebelum
memulai latihan |
6. |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat memenuhi
kebutuhan dirinya dengan kriteria hasil: a.
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas berkurang b.
Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari |
1)
Observasi adanya
pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 2)
Kaji adanya fakor
yang menyebabkan kelelahan 3)
Monitor nutrisi
dan sumber energi yang adekuat 4)
Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya 5)
Bantu klien
dalam melakukan aktivitas sehari-hari |
DAFTAR
PUSTAKA
Doheny K. Most
common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical News. January
30, 2013.
Fajri. (2012).
Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-berbahaya/.
Diakses tanggal 17 Agustus 2017.
Jacobs RA. General
problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney LM Jr,
McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment 2001.
40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.
Krisanty, dkk.
(2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Lee JH, Shin H, Son
B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus bacteriophage BCP78. J
Virol. Jan 2012;86(1):637-8.
Logan NA. Bacillus
and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar 2012;112(3):417-29.
Mansjoer Arif,
2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi
3 jilid 1 Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Sartono. (2012).
Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne
C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3.
Jakarta: EGC.
Syamsi. (2012).
Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar