Minggu, 25 Juli 2021

LP KERACUNAN AYU PRAGISTA R

 

 

LAPORAN PENDAHULUAN

KERACUNAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


OLEH:

AYU PRAGISTA RAHMAWATI, S.Kep

NIM: 4012210010

 

 

 

 

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

BINA PUTERA BANJAR

2021


 

LAPORAN PENDAHULUAN

KERACUNAN

 

1.        Definisi

Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh.

Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan.

Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

 

2.        Etiologi

Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).

Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:

1)        Keracunan botolinum

Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.

Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.

Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.

2)        Keracunan bongkrek

Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun berupasam bongkrek dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam bongkrek.

Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.

3)        Keracunan jamur

Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.

4)        Keracunan jengkol

Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.

Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.

5)        Keracunan ikan laut

Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.

6)        Keracunan singkong

Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun sampai koma,  dispneu,  sianosis dan  kejang.

7)        Lain-lain

Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri:

a)        Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari.

b)        Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama 4-7 hari.

c)        Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

d)       Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.

e)        Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri.

Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit, yaitu:

a)        Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica bisa menyebabkan terjadinya disentri.

b)        Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia intestinalis.

c)        Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium.

d)       Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala bisa bertahan hingga berbulan-bulan.

Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:

a)        Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.

b)        Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari.

 

3.        Manifestasi Klinis

Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan (Arisman, 2009).

 

4.        Patofisiologi

Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki tubuh seperti toksik atau racun.

Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.

Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai kematian.

 


 

5.        Pathway

Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, kram, opistototnus

Pusat pernafasan

Nyeri kepala dan otot

Gangguan pergerakan

Nafas cepat dan dangkal

Nyeri akut

Pola nafas tidak efektif

Intoleransi aktivitas

Diekskresikan oleh ginjal

Kristal asam kolat menumpuk di dalam tubulus ginjal, ureter dan uretra

Obstruksi saluran kemih

Makanan terkontaminasi yang mengandung Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong dll

Masuk ke saluran cerna

Masuk ke usus halus

Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung

Asam lambung meningkat

Mual

Muntah

Defisit volume cairan

Sel saraf terganggu

Tidak terjadi pelepasan asetilkolin

Otot tidak dapat berkontraksi

Kelumpuhan otot

Gangguan fungsi saraf

Hambatan mobilitas fisik

Pandangan kabur

Fotopobia

Kerusakan otak

Disfungsi saraf

Kematian

Gangguan bicara

Sulit menelan

Kaku sendi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gagal Ginjal Akut

Masuk ke pembuluh darah

Infeksi usus

Diare

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


6.        Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai berikut:

1)        Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).

2)        Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.

3)        Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.

4)        Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.

5)        Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.

6)        CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.

 

7.        Penatalaksanaan

Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).

Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yang berbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.

Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).

Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi, sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi. Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat.

Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:

1)        Penatalaksanaan Kegawatan

Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.

2)        Resusitasi

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Berikan cairan intravena, oksigen, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

3)        Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran

Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan infus.

4)        Pemberian norit/zat karbon aktif

Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal norit.

Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar dalam darah.

Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu, saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.

AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg (maksimal 50 gram) pada anak-anak.

Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:

a)        Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui, anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum mengonsumsi jenis obat ini.

b)        Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki lubang pada sistem pencernaan.

c)        Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.

d)       Penderita yang baru melalui prosedur operasi.

e)        Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan kesadaran.

f)         Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.

g)        Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang bersamaan.

h)        Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada pengawet dan pewarna makanan serta hewan.

Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun bisa ikut keluar.

5)        Kumbah Lambung

Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.

6)        Pemberian antidot/penawar

Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.

a)        Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.

b)        Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).

c)        Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.

d)       Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

7)        Pemberian antibiotik

Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa terapi yang sering diberikan oleh dokter:

a)        Ciprofloxacin (Cipro)

b)        Norfloksasin (Noroxin)

c)        Trimetoprim / sulfametoksazol

d)       Doxycycline

e)        Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)

8)        Penilaian Klinis

Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan, ialah:

a)        Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan, termasuk yang sering dipakai

b)        Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman dan petugas tentang obat yang digunakan.

c)        Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan toksikologi

d)       Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik

Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi  autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.

9)        Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi

Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan efektif dalam biaya.

Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya seringkali lebih berbahaya.

Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:

  1. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
  2. Pantaulah tanda vital secara berkala.
  3. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
  4. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
  5. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi dan kejang.
  6. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan kepalanya ke samping.
  7. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di perut dan kecenderungan untuk muntah.

 

 


ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN

Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom, allergy, medication, past medical history, last meal, events leading to call)

Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum, bongkrek, jamur, jengkol, singkong dan ikan laut.

 

Px datang dengan keluhan :

-       Mual dan muntah               - Sesak napas

-       Diare                                   - Nyeri perut

-       Keram perut                       - Badan lemas

-       Penurunan kesadaran         - Pusing

-       Nyeri berkemih                   - Oliguria

 

B1

B2

B3

B4

B5

B6

Breathing

-     Sesak napas

Blood

-     TD menurun

-     CRT >2 detik

Brain

-     Pusing

-     Kejang

-     Penurunan kesadaran

-     Nyeri kepala

Bladder

-     Oliguria

Bowel

-     Mual, muntah

-     Diare

-     Nyeri tekan abdomen

Bone

-     Kelemahan

-     Akral dingin (pada pasien dengan dehidrasi berat)

Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium, analisa gas darah, uji fungsi ginjal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

-     Oksigenasi

-     Kaji status pernapasan (frekuensi, irama pernafasan, kedalaman pernafasan)

-     Cek tanda-tanda vital

-     Periksa adanya gejala syok

-     Anjurkan pasien istirahat

-     Kolaborasi pemberian cairan kristaloid

-     Kolaborasi pemberian analgetik dan anti konvulsan

-     Pasang kateter urin

-     Pantau intake dan output

-     Anjurkan kompres hangat di perut

-     Kolaborasi pemberian cairan kristaloid

-     Kolaborasi pemberian antiemetik dan analgetik

-     Pantau tanda-tanda vital

-     Cek CRT

Pasien dinyatakan keracunan makanan

Pemeriksaan laboratorium

Jamur, jengkol, makanan laut

Singkong, bongkrek, botolinum

-     Observasi

-     Lanjutkan penanganan simptomatik

-     Kolaborasi pemberian antibiotik

-     Kolaborasi pemberian karbon aktif

-     Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat 10-30 ml IV

-     Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik bolus IV 1-2,5 mg

Perawatan Supportif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



 


8.        Asuhan Keperawatan Teori

A.       Pengkajian

1.    Survei Primer

Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.

Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.

Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena). Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.

Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.

Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

 

2.    Survei Sekunder

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.

a.         Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.

b.        Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.

1)        Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.

2)        Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.

3)        Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.

4)        Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.

5)        Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides.

6)        Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.

c.         Pemeriksaan diagnostik

1)        Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap) tidak banyak membantu.

2)        Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl), elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).

3)        Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.

4)        Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

 

B.       Diagnosa

1.         (00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.

2.         (00032) Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.

3.         (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.

4.         (00027) Defisit volume cairan b/d muntah, diare.

5.         (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot berkontraksi.

6.         (00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

 

C.       Intervensi

No

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

1.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan nyeri berkurang, menghilang dengan kriteria hasil:

Pain level, dibuktikan dengan respon nonverbal pasien menunjukkan tidak ada nyeri, tanda vital dalam batas normal, tidak ada masalah pola tidur, pasien melaporkan nyeri berkurang.

Pain control, dibuktikan dengan pasien dapat melakukan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

1)        Lakukan   pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, durasi frekuensi, karakteristik, kualitas dan faktor presipitasi

2)        Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3)        Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

4)        Kontrol    lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti      suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

5)        Kurangi faktor presipitasi nyeri

6)        Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

7)        Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi,  distraksi, kompres hangat/ dingin

8)        Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:

9)        Tingkatkan istirahat

10)    Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

11)    Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

2.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil:

NOC  : Status Pernapasan :

Pertukaran Gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan :

Kesadaran composmentis, TTV menjadi normal, pernafasan menjadi normal yaitu tidak mengalami nafas

Dangkal

1)   Monitor vital sign

2)   Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan

3)   Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

4)   Monitor status respirasi: adanya suara nafas tambahan

5)   Kolaborasi dengan tim medis: pemberian oksigen


3.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pemenuhan nutrisi dapat adekuat/terpenuhi dengan kriteria hasil:

Status Gizi Asupan Makanan dan Cairan ditandai pasien nafsu makan meningkat, mual dan muntah hilang, pasien tampak segar

Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi

dibuktikan dengan BB meningkat, BB tidak turun.

1)   Monitor intake dan output makanan/cairan dan hitung masukan kalori perhari sesuai kebutuhan

2)   Kaji kebutuhan nutrisi parenteral

3)   Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan

4)   Bantu pasien memilih makanan yang lunak dan lembut

5)   Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai batas diet yang dianjurkan

6)   Kolaborasikan pemberian anti emesis sesuai indikasi

4.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:

a.    Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi

b.    Vital sign dalam batas normal

1)   Monitor intake dan output, karakter serta jumlah feses

2)   Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit

3)   Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan per oral

4)   Kolaborasi pemberian cairan paranteral sesuai indikasi

5.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kemampuan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:

a.    Kekuatan otot meningkat

b.    Tidak ada kaku sendi

c.     Dapat bergerak dengan mudah

1)   Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi

2)   Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama pergerakan/aktivitas

3)   Lakukan latihan ROM pasif atau ROM dengan bantuan, sesuai indikasi

4)   Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan melakukan latihan sendi

5)   Dukung pasien untuk melihat gerakan tubuh sebelum memulai latihan

6.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan kriteria hasil:

a.    Ketidaknyamanan setelah beraktivitas berkurang

b.    Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

1)   Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

2)   Kaji adanya fakor yang menyebabkan kelelahan

3)   Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

4)   Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya

5)   Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical News. January 30, 2013.

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari: http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.

Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar 2012;112(3):417-29.

Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar